BANGKALAN, KOMPAS.com - Bangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bercat biru di Kampung Bungsang, Kelurahan Mlajah, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur menjadi berkah tersendiri bagi Abdullah Yasin (21).
Jarak SPPG itu dari rumahnya cukup dekat, yakni hanya sekitar 150 meter. Bangunan SPPG yang semula hanya lahan dan bangunan kosong itu disulap menjadi dapur yang memproduksi Makan Bergizi Gratis (MBG).
Sejak bangunan itu berdiri, ia mulai giat mencari informasi lowongan kerja. Ia lalu mendaftar menjadi office boy (OB) di tempat itu. Abdullah bersyukur, lamaran kerja itu diterima.
"Saya kerja sejak ini diresmikan pada 30 Juli lalu, Alhamdulillah bisa diterima di sini saya sangat bersyukur," ujarnya, Rabu (15/10/2025).
Baca juga: Setahun MBG di SMPN 13 Surabaya: Bikin Siswa Antusias, Apalagi Ada Jumat Berkah
Sejak diterima kerja, Abdullah setiap hari berangkat kerja dengan berjalan kaki dari rumah ke SPPG Bungsang.
Setibanya di Kantor SPPG, ia langsung absen di depan monitor kotak hitam yang tertempel di tembok kantor.
Dalam sekejap, monitor itu merekam wajah Abdullah dan muncul bunyi "terima kasih" sebagai tanda absensi terekam.
Setelah absen, pria bertubuh kecil itu lalu menuju ruang loker dan memakai alat pelindung berupa masker, apron hingga penutup kepala.
"Ini adalah pengalaman pertama saya kerja secara profesional dengan menggunakan berbagai perlengkapan sebelum mulai bekerja," ujarnya.
Ia lalu mengambil sapu serta pengki dan mulai membersihkan seluruh ruangan di SPPG tersebut.
Abdullah yang memiliki tubuh lebih kecil daripada teman seusianya itu mengaku senang bisa bekerja sebagai OB setelah dua tahun menganggur. Sebab, ia kesulitan mendapatkan kerja sejak lulus dari sekolah.
"Sebelumnya, saya hanya kerja serabutan. Kadang bantu ngelas di bengkel. Ya dua tahun itu begitu setelah lulus dari SMK. Saya dulu ambil jurusan arsitektur di SMK," tuturnya.
Meski kini ia bekerja tak sesuai jurusannya, ia bersyukur bisa mendapat rezeki dan pengalaman lewat SPPG itu.
Apalagi, upah yang diterima lebih besar dibandingkan upah minimum kabupaten (UMK) Bangkalan.
"Alhamdulillah setiap hari itu di sini dapat Rp 115.000. Dalam seminggu libur dua hari di Sabtu-Minggu," ucapnya.
Dari hasil kerjanya sebagai OB tersebut, ia kini mampu membantu perekonomian keluarganya dan bisa membantu membiayai sekolah adiknya yang masih sekolah Madrasah Tsanawiyah (Mts).
"Saya bersyukur bisa ngasih ke adik dan orangtua sejak kerja di SPPG ini," kata dia.
Abdullah berharap, program MBG bisa terus dilanjutkan. Sebab, ia akan kehilangan pekerjaan jika program itu dihentikan.
"Saya berharap semoga program ini terus berlanjut supaya saya bisa tetap kerja," tuturnya.
Sementara itu, Mitra SPPG Bungsang, Anna Fatima mengatakan, terdapat 52 pegawai di tempat tersebut. Mayoritas pekerja merupakan masyarakat sekitar SPPG.
"Ini sebanyak 40-an pegawai dari masyarakat sekitar. Kami memang ingin membuka peluang untuk masyarakat sehingga bisa menyerap tenaga kerja lokal," katanya.
Selain itu, pemasok bahan baku juga berasal dari petani setempat mulai dari sayuran hingga beras.
"Mayoritas beras kami ambil dari petani setempat. Yang penting kualitasnya sesuai dengan standar kami. Biasanya masyarakat datang menawarkan kesini, kadang beras kadang sayuran juga," imbuhnya.
Tak hanya itu, sisa dari MBG yang tidak dimakan oleh siswa juga banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak oleh warga sekitar.
"Biasanya setelah kita pilah itu, ada beberapa pegawai kami yang ambil untuk pakan bebek dan ayam," katanya.
SPPG Bungsang melayani sebanyak 3.608 penerima yang terdiri dari 3.608 kelompok bumil, busui, dan balita (3B) serta lima sekolah di Bangkalan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang