SURABAYA, KOMPAS.com - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bakal mendata seluruh pondok pesantren (ponpes) yang ada di Kota Surabaya. Hal tersebut untuk memastikan kelayakan dan keamanan struktur bangunannya.
Diketahui, bangunan Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, ambruk pada Senin (29/9/2025) lalu. Akibatnya, ratusan santri yang tengah shalat menjadi korban dan sekitar 60 lebih meninggal dunia.
Eri mengatakan, pendataan tersebut penting untuk dilakukan, terutama bagi sejumlah ponpes yang turut menyelenggarakan sekolah formal mulai jenjang pendidikan SD, SMP hingga SMA.
Baca juga: Kerabat Menteri PPPA Jadi Korban Ponpes Al Khoziny, Dimakamkan di Bangkalan
“Itu nanti yang kita lakukan pendataan. Kita akan berkoordinasi dan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim)," kata Eri di Balai Kota Surabaya, Sabtu (11/10/2025).
Nantinya, kata Eri, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan mengecek seluruh area ponpes. Termasuk, kondisi bangunan yang dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar para santri.
Baca juga: Potongan Tubuh Santri Ponpes Al Khoziny Teridentifikasi, Ibu Korban Syok
“Pondok ini kan tidak masuk ke dalam anggaran pemerintah, tapi karena ada di Kota Surabaya, maka kami nanti akan berkoordinasi dengan Provinsi Jawa Timur," ucapnya.
"Bagaimana kita akan bersama-sama untuk melihat kondisi di pondok-pondok yang ada di kota ini,” tambahnya.
Lebih lanjut, Eri juga meminta, para pengelola ponpes memiliki izin yang legal dan sesuai dengan standart. Hal tersebut untuk memudahkan Pemkot Surabaya memberikan intervensi.
"Jika pondok itu sudah ada izinnya, maka kami bisa intervensi di sana memberikan bantuan terhadap struktur-struktur bangunan yang ada di pondok tadi,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Pakar Teknik Sipil dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mudji Irmawan MT mengingatkan terkait pentingnya pengawasan ketat dalam pembangunan gedung bertingkat.
Mudji mengatakan, setiap pembangunan gedung bertingkat memiliki risiko tinggi, terutama jika tidak didukung oleh perencanaan dan pengawasan yang sesuai kaidah teknik.
“Sebagian besar keruntuhan bangunan berawal dari kelalaian manusia dalam proses konstruksi,” kata Mudji melalui rilis tertulisnya, Rabu (8/10/2025).
Mudji menilai, kasus Ponpes Al Khoziny menjadi contoh risiko pembangunan yang dilakukan secara bertahap, atau gedung tumbuh tanpa perhitungan ulang kekuatan struktur.
Menurut Mudji, proses tersebut dapat menyebabkan sejumlah elemen bangunan, seperti kolom dan balok menanggung beban yang berlebih di luar kapasitas desain awalnya.
“Setiap penambahan lantai harus disertai perencanaan struktural yang baru, karena beban pada bagian bawah akan meningkat signifikan,” ucapnya.
Ahli teknik forensik dan investigasi kerusakan struktural tersebut mengungkapkan, pentingnya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2847 tentang perencanaan beton bertulang.
Standar itu menghitung batas kekuatan beton maksimal sebesar 85 persen dari mutu material nominal. Dengan mempertimbangkan margin keamanan terhadap variasi mutu atau kesalahan di lapangan.
“SNI telah mengatur faktor keamanan secara detail, dan jika diterapkan dengan disiplin, potensi kegagalan bisa ditekan seminimal mungkin,” jelasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang