SURABAYA, KOMPAS.com - Tradisi kebudayaan leluhur yang telah dilestarikan masyarakat Surabaya, yaitu napak tilas, kembali digelar.
Tahun ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyelenggarakan Napak Tilas Sembrani Bumi Nusantara (SBN) 2025 yang dihadiri ribuan peserta.
Dilansir dari website Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Jawa Timur, napak tilas berasal dari kata "napak" (menapak) dan "tilas" (bekas atau jejak), yang secara harfiah berarti "menapak jejak".
Kegiatan ini melibatkan kunjungan ke lokasi-lokasi bersejarah untuk merefleksikan nilai-nilai perjuangan dan kejadian masa lalu, disertai upacara, doa, atau diskusi sejarah.
Baca juga: Napak Tilas Peringatan Merah Putih Sangasanga, Bupati Kukar Ajak Masyarakat Jaga Nilai Perjuangan
Acara yang berlangsung pada Minggu (5/10/2025) ini melibatkan sekitar 1.000 penari remo dari berbagai sanggar, serta ratusan penari dari SD Negeri Babatan 4, SD Negeri Lidah Wetan IV 467, SD Negeri Lidah Wetan II 462, SKP Negeri 28, dan SMP Negeri 40.
Para penari dan penampil lainnya beriringan berjalan dari Kelurahan Lidah Wetan menuju Taman Bungkul, Surabaya.
Napak tilas kali ini juga menampilkan pertunjukan teatrikal musikal yang mengangkat cerita Joko Berek, yang dikenal sebagai Raden Sawunggaling.
Joko Berek adalah sosok yang berjasa bagi Kota Surabaya, yang dalam pencariannya akan ayah kandungnya, Kanjeng Adipati Jayengrono III, membawa selendang pemberian ibunya.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, melalui Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Dispbudporapar) Surabaya, Hidayat Syah, memberikan apresiasi terhadap tradisi ini.
Penampilan 1.000 penari dalam tradisi Napak Tilas Sembrani Bumi Nusantara yang berlangsung mulai dari Lidah Wetan hingga Taman Bungkul, Surabaya, Minggu (5/10/2025).“Seperti apa yang disampaikan pak Wali kota, beliau tetap mensupport kegiatan ini karena sebagai cerminan dan memperkenalkan budaya kepada generasi muda yang mungkin belum tahu ceritanya Sembrani Bumi Nusantara,” ujarnya.
Hidayat juga menekankan pentingnya pelestarian budaya, terutama di wilayah Lidah Wetan yang memiliki sejarah Joko Berek.
“Jadi, memang ini menjadi bukti sejarah dan memang harus kita lestarikan,” ujarnya.
Ia berharap kegiatan ini dapat meningkatkan antusiasme generasi muda terhadap tradisi dan sejarah yang menjadi legenda.
Baca juga: Menyusuri Lorong Kemhan, Napak Tilas Jejak Perjuangan Lengkong dan Bandung Lautan Api
Di tengah acara, Hidayat meresmikan Monumen Patung Jago.Ne Suroboyo di perempatan Jalan Raya Menganti, Kecamatan Lakarsantri.
Patung berbentuk ayam jago ini melambangkan Sawunggaling yang datang ke Surabaya bersama ayam jago kesayangannya.