SIDOARJO, KOMPAS.com - Saidi (67), warga Sidoarjo, menatap layar monitor berjam-jam. Tapi matanya tak benar-benar melihat, cahaya biru itu hanya memantul di korneanya.
Pikirannya kosong, perasaannya cemas, perutnya lapar. Layar monitor itu memutar rekaman proses evakuasi runtuhan mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo yang ambruk lima hari lalu.
Layar itu ia tatap seksama dengan duduk mendekap lutut. Sudah berjam-jam Kompas.com memantaunya, raut wajah sedih tak mampu dia sembunyikan.
Bahkan ia tak beranjak sedikit pun saat para awak media melakukan wawancara bersama pimpinan Basarnas. Begitupun matanya, tak teralihkan melihat kondisi sekitar.
Baca juga: Wali Santri Desak Evakuasi Korban Ponpes Al Khoziny Dipercepat, Begini Tanggapan Khofifah
“Setiap saat saya natap layar ini. Tadi di situ (layar monitor luar) karena panas jadi saya pindah ke dalam posko ini,” ujarnya.
Perasaan cemasnya ini akan terobati jika nama cucu pertama kesayangannya, Muhammad Adam Fidiansyah masuk dalam daftar jenazah yang semula pencarian menjadi penemuan.
“Sudah dari Senin di sini, nggak enak makan nasi. Cuma rokok sama roti. Cucu saya belum ketemu,” kata Saidi saat dihampiri Kompas.com, Jumat (3/10/2025).
Cucunya merupakan salah satu santri Ponpes Al Khoziny yang saat ini belum ditemukan petugas SAR selama proses evakuasi runtuhnya bangunan mushala tiga lantai itu.
Lalu, ia pun antusias menunjukkan video cucunya saat sedang mengaji melalui telepon genggamnya. Tanpa ia sadari, air matanya menetes.
Baca juga: Cerita Ahmad Sebelum Tangannya Diamputasi Usai Tertimpa Reruntuhan Ponpes Al Khoziny
“Seminggu lalu pulang ke rumah sakit terus berobat dan maunya kembali ke pondok. Setelah itu ada insiden ini,” ungkap Saidi dengan terbata-bata sembari mengusap air mata.
Di mata Saidi, cucu pertamanya itu cukup pendiam, penurut, dan tak pernah merengek meminta sesuatu untuk dituruti.
Ia juga mengingat pesan terakhir yang disampaikan untuk Adam. Ia ingin Adam berhati-hati saat kembali ke pondok, ia juga berharap Adam menjadi anak sholeh.
Tidurnya pun tak tenang. Setiap waktu dia terbayang-bayang wajah cucunya seperti masih hidup, bisa ia tatap dan ia peluk. Tapi itu hanya hadir dalam mimpinya.
“Mata saya terbayang-bayang dia masih hidup. Jadi seperti berhalusinasi, di rumah pulang sebentar gak kuat akhirnya ke sini lagi,” tuturnya.
Ia hanya berharap cucunya dapat segera ditemukan. Apapun kondisinya, ia hanya pasrah kepada Tuhan meski di sudut hati kecilnya mengharap Adam pulang dengan selamat.