Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produksi Penggilingan Padi di Kota Malang Turun, Dispangtan Sebut Stok Gabah Berkurang

Kompas.com, 15 September 2025, 14:12 WIB
Nugraha Perdana,
Icha Rastika

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Pelaku usaha penggilingan padi di Kota Malang, Jawa Timur, terpaksa mengurangi aktivitas produksi.

Kondisi ini disebabkan oleh menipisnya ketersediaan gabah setelah akhirnya masa panen pada Agustus lalu. 

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Malang, Slamet Husnan.

Ia mengatakan bahwa situasi ini merupakan siklus tahunan yang wajar.

Baca juga: Saat Petani Palopo Melawan Kemarau, Sehari Semalam Memompa Air demi Padi Tak Mati

Menurutnya, pasokan gabah bagi para pengusaha penggilingan akan kembali normal saat musim panen tiba.

Dengan meningkatnya ketersediaan gabah, ia optimistis kegiatan penggilingan padi akan berjalan normal kembali.

"Stok gabah saat ini memang menurun karena masa panen raya telah usai. Namun, kami perkirakan pada November dan Desember 2025 mendatang, saat masa panen dimulai, pasokan akan kembali melimpah," kata Slamet pada Senin (15/9/2025).

Menanggapi informasi mengenai harga jual gabah di tingkat petani yang melampaui harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 6.500 per kilogram, Slamet Husnan justru menyambut baik hal tersebut.

Menurutnya, harga yang lebih tinggi merupakan keuntungan dan bentuk apresiasi atas kerja keras petani.

"Tidak masalah (dijual di atas HET), itu malah keuntungan bagi petani," ujarnya.

Baca juga: Penggilingan Padi Besar Bakal Dibatasi Beli Gabah di Petani

Ia mengatakan bahwa HET Rp 6.500 sudah menjadi angka yang sangat membantu petani untuk menutupi biaya produksi, mulai dari pembelian benih, pengolahan lahan, pupuk, dan biaya panen.

Kualitas gabah di Kota Malang yang dinilai baik menjadi salah satu faktor yang memungkinkan harga jualnya lebih tinggi, bahkan mencapai Rp 7.000 hingga Rp 7.200 per kilogram.

"Dengan harga tersebut, jerih payah petani selama kurang lebih 100 hari merasa terbayarkan," kata Slamet.

Ia menepis anggapan bahwa kenaikan harga gabah disebabkan oleh monopoli dari Bulog.

Menurutnya, harga yang terbentuk saat ini murni merupakan mekanisme pasar yang menguntungkan petani, sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Baca juga: Saat Petani Palopo Melawan Kemarau, Sehari Semalam Memompa Air demi Padi Tak Mati

Dispangtan Kota Malang juga optimistis target produksi gabah pada musim panen akhir Desember 2025 akan mencapai 15.000 ton.

Meskipun demikian, jumlah tersebut masih belum mampu mencukupi total kebutuhan gabah Kota Malang yang mencapai 40.000 hingga 45.000 ton per tahun.

Ia juga menekankan peran vital Bulog dalam menjaga ketersediaan dan stabilitas pasokan beras untuk masyarakat di tengah defisit produksi lokal tersebut.

"Kota Malang memang bukan kota produsen utama, sehingga kerja sama antar daerah menjadi kunci untuk memenuhi kebutuhan pangan," kata Slamet.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau