PASURUAN, KOMPAS.com - Fatwa haram penggunaan sound horeg sudah keluar dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.
KH. Muhibbul Anam Aly, Pengasuh Pondok Besuk, Kejayan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur mengaku prihatin terhadap fenomena sound horeg yang masih ada dan seolah mendapat angin segar setelah munculnya peraturan daerah.
Karena terbitnya Perda yang mengatur soal batasan-batasan seolah melegalkan kegiatan dengan menggunakan sound horeg.
"Dari peraturan daerah yang sudah ada memang sudah tertera adanya larangan kreasi seni yang mengumbar aurat, batasan penggunaan sound serta batasan waktu pelaksanaan. Namun lihat saja prakteknya di lapangan, tentu potensi itu masih ada karena sound horegnya masih beroperasi," kata Aly, Selasa (12/8/2025).
Baca juga: Sikapi Sound Horeg, Khofifah, Kapolda, dan Pangdam Teken SE Bersama Aturan Pengeras Suara
Menurutnya untuk mengawal fatwa haram pada sound horeg itu memang sudah selayaknya dikawal oleh pemerintah dan kepolisian secara ketat.
Di antaranya melalui pengawasan di lapangan maupun pengetatan izin dari pihak kepolisian.
"Karena di daerah tertentu ada pemerintah tidak mengeluarkan rekomendasi dan pihak kepolisian juga memperketat perijinannya. Karena munculnya sound horeg lebih banyak mudhorotnya daripada manfaatnya, sudah ada korban di Lumajang," ujar dia.
Baca juga: Kendaraan Sound Horeg Melintas? Wajib Matikan Suara di 6 Lokasi Ini
Dia menjelaskan munculnya sound horeg saat ini memang banyak dibungkus melalui kegiatan perayaan kemerdekaan atau karnaval, bersih desa dan selamat dusun.
Bahkan istilah sound horeg pun sudah berganti istilah menjadi sound karnaval Indonesia. Sementara jenis sound masih sama.
"Sekali lagi, kami ulama mengimbau agar memperhatikan dan mempertimbangkan jika masih ada yang menggelar menggelar kegiatan yang menggunakan sound horeg, kami serahkan ke polisi dan pemerintah daerah," pesannya.
Baca juga: Pemprov Jatim Keluarkan Aturan Sound Horeg, Bupati Lumajang Siapkan Aturan Turunannya
Seperti diketahui munculnya fatwa haram penggunaan sound horeg dimulai hasil bahtsul masail yang digagas di pondok pesantren Besuk Kejayan dengan melibatkan sejumlah pondok dari Jawa-Madura.
Kemudian hasilnya menyatakan bahwa penggunaan sound horeg adalah haram dengan mempertimbangkan dampaknya.
Mulai dari sisi kesehatan karena voleme terlalu keras, unsur tarian erotis hingga munculnya keramaian yang berdampak pada gangguan pengguna jalan.
Baca juga: Sikapi SE Forkopimda Jatim, Wali Kota Malang Tegaskan Sound Horeg Tak Dilarang tapi Diatur Ketat
Selanjutnya, fatwa haram tersebut disambut dengan munculnya fatwa haram yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2025.
Di dalamnya menjelaskan penggunaan 'sound horeg' dapat membahayakan kesehatan, dan atau merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain, memutar musik diiringi joget pria wanita dengan membuka aurat dan kemunkaran lainnya.
Terkini, baik Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga mengatur teknis penggunaan sound horeg.
Kemudian di tingkat Kabupaten-Kota juga membuat batasan-batasan penggunaan sound horeg dengan tetap mewajibkan mendapatkan izin dari pihak kepolisian.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang