BLITAR, KOMPAS.com – Ketua Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Blitar, Rudi Puryono, mengungkapkan bahwa penyelenggaraan karnaval yang dikenal dengan istilah "pawai budaya" mendapatkan dukungan penuh dari warga serta pemerintah desa.
Dukungan ini terlihat dari kesediaan warga di setiap rukun tetangga (RT) melakukan iuran guna menyewa perangkat sound system dan pencahayaan dari pengusaha setempat.
"Ini yang ada ya. Nyatanya rakyat itu urunan (iuran). Per RT itu urunan kemudian dipakai untuk sewa sound. Kemudian digunakan untuk karnaval. Itu yang terjadi," ujar Rudi.
Ia mengatakan itu saat dikonfirmasi mengenai pertemuan antara perwakilan kepala desa, pengusaha sound system, Bupati Blitar Rijanto, dan Wakil Bupati Beky Herdihansah pada Rabu (6/8/2025).
Baca juga: Sekjen MUI: Sound Horeg Haram jika Membawa Kerusakan
Rudi menjelaskan bahwa nilai iuran yang diminta dari setiap warga bervariasi, tergantung pada biaya sewa perangkat sound system, perangkat pencahayaan, serta kebutuhan lainnya agar setiap RT dapat berpartisipasi dalam karnaval di desa masing-masing.
Dalam rangka memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia, Rudi menyebutkan bahwa telah dijadwalkan berbagai kegiatan "pawai budaya" yang oleh warga Blitar biasa disebut "karnaval agustusan".
Sekitar 60 persen dari 220 desa di Kabupaten Blitar telah merencanakan penyelenggaraan karnaval tersebut.
"Kalau bicara 220 desa, di Agustus saja ada 60 persen yang mengadakan karnaval," ujar Rudi, yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Karanggondang, Kecamatan Udanawu.
Karnaval di Kabupaten Blitar diperkirakan akan berlangsung hingga November 2025, mengingat banyaknya desa yang akan menggelar acara tersebut.
Sejumlah kegiatan karnaval agustusan bahkan telah dimulai sejak bulan Juli.
Baca juga: Dinkes Lumajang: Suara Sound Horeg Bisa Picu Henti Jantung
Rudi bersama pengusaha sound system meminta agar penggunaan sound system berukuran besar dalam karnaval tidak dilarang.
"Nah. Kemudian mereka sudah nyewa kalau ujug-ujug (tiba-tiba) dibatalkan, ini kan duitnya hilang," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa penyelenggaraan karnaval agustusan juga berpotensi menggerakkan roda perekonomian masyarakat, dengan munculnya pendapatan dari parkir dan UMKM yang berjualan.
"Intinya kami mohon tidak dilarang, tapi diatur mau," ujarnya.
Rudi menegaskan bahwa warga dan pemerintah desa siap mematuhi peraturan yang diatur dalam Surat Edaran Bupati Blitar Nomor: B/180.07/02/409.4.5/2025 tentang Penyelenggaraan Karnaval, Cek Sound dan Hiburan Keramaian yang telah diterbitkan pada Maret lalu.
Namun, ia mengakui bahwa belum ada kesepakatan antara pengusaha sound system dan kepala desa dengan pihak kepolisian mengenai batasan kapasitas sound system yang diperbolehkan.
Secara khusus, Rudi menekankan pentingnya penghilangan kata "horeg" dalam penamaan kegiatan karnaval tersebut.
"Bupati bukan mengizinkan sound horeg. (Tapi) Mengizinkan pawai budaya Indonesia. Tapi tidak ada horeg-nya," tandas Rudi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang