Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budayawan: Sound Horeg Tak Hanya Terkait Pornoaksi Tapi Juga Pelecehan Busana Adat

Kompas.com, 18 Juli 2025, 15:33 WIB
Nugraha Perdana,
Bilal Ramadhan

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Fenomena penggunaan sistem suara berdaya masif yang dikenal sebagai sound horeg dalam kegiatan karnaval kini menjadi sumber keresahan serius di Kota Malang, Jawa Timur.

Praktik yang sebelumnya marak di wilayah kabupaten ini telah menyebar ke area perkotaan dan memicu konflik sosial.

Seperti kericuhan yang terjadi dalam karnaval di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, pada Minggu (13/7/2025) lalu.

Baca juga: Kapolres Gresik Imbau Warga Tak Gunakan Sound Horeg

Menanggapi situasi ini, Budayawan dan Ketua Forum Komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Forkom Pokdarwis) Kota Malang, Isa Wahyudi, menyuarakan kritik keras.

Pria yang akrab disapa Ki Demang ini menilai bahwa sound horeg bukan lagi sekadar hiburan.

Melainkan sebuah ancaman nyata bagi ketertiban umum dan kesehatan masyarakat.

Ki Demang menegaskan bahwa intensitas suara sound horeg yang bisa mencapai 150 hingga 185 desibel jauh melampaui ambang batas aman bagi pendengaran manusia, yang umumnya berada di bawah 85.

"Ini bukan lagi soal selera musik, tetapi sudah masuk kategori polusi suara ekstrem yang berbahaya," kata Ki Demang, Jumat (18/7/2025).

Baca juga: Fatwa MUI Pamekasan: Sound Horeg Mengarah pada Kegiatan Maksiat dan Haram

"Paparan suara sekeras itu tidak hanya berisiko menyebabkan kerusakan pendengaran permanen, tetapi juga mampu menimbulkan kerusakan fisik pada properti warga, seperti menyebabkan kaca jendela pecah akibat getaran hebat," sambungnya.

Selain dampak fisik, Ki Demang juga menyoroti tajam adanya pergeseran norma budaya dan kesusilaan yang menyertai karnaval sound horeg.

Ia mengkritik keras penampilan tarian yang cenderung erotis dengan iringan musik DJ, mengubah karnaval menjadi arena yang ia sebut sebagai diskotek berjalan.

Menurutnya, yang lebih memprihatinkan adalah pelecehan terhadap busana adat.

"Kita melihat pemakaian kebaya dan jarik yang dimodifikasi secara tidak pantas. Misalnya jarik yang dikenakan jauh di atas lutut. Ini adalah penghinaan terhadap nilai-nilai etika dan kesopanan yang melekat pada pakaian warisan budaya kita," jelasnya.

Baca juga: Polda Jatim Imbau Masyarakat Tidak Menyelenggarakan Festival Sound Horeg

Melihat dampak negatif yang meluas, Ki Demang mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk segera mengambil tindakan tegas.

Ia meminta Wali Kota Malang untuk menerbitkan Surat Edaran (SE) resmi yang melarang secara eksplisit penggunaan sound horeg dalam setiap kegiatan publik.

"Pemerintah tidak boleh tinggal diam. Perlu ada aturan yang jelas dan mengikat, yang disampaikan hingga ke tingkat kelurahan," ujarnya.

Baca juga: Soal Sound Horeg, Bupati Bangkalan: Selama Masyarakat Menerima, Tak Masalah

Menurutnya, penggunaan pengeras suara dalam acara publik harus diatur sesuai kapasitas dan peruntukannya, bukan disamaratakan dengan sound horeg yang jelas-jelas meresahkan.

Langkah ini, menurutnya, sejalan dengan fatwa haram yang telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.

Ki Demang memandang fatwa tersebut sebagai respons yang logis dan perlu terhadap realitas di lapangan, di mana sound horeg terbukti lebih banyak mendatangkan dampak buruk (kemudaratan) daripada manfaat.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau