SURABAYA, KOMPAS.com - Tumini (47), warga Ngagel, Surabaya, Jawa Timur terakhir membayar biaya sewa ke Perum Jasa Tirta (PJT) untuk mengelola ponten umum tahun 2021.
Tumini (47), warga Ngagel, Surabaya viral karena mengelola ponten umum sejak 2010.
Dan, lima tahun terakhir dia menjadikan fasum tersebut sebagai tempat tinggal.
Baca juga: Camat Wonokromo: Perabotan Milik Tumini Sudah Dikosongkan dari Ponten Umum
Hal itu dilakukannya karena membayar sewa setiap tahunnya kepada pemilik ponten umum, Jasa Tirta sekitar Rp 1 juta setiap tahun dan tagihan listrik hingga pompa air dibayar secara mandiri.
Terakhir, Tumini mengaku pada tahun pertama, dia membayar sewa sekitar Rp1 juta.
“Setelahnya, karena keterbatasan ekonomi kadang bayar tiga tahun sekali atau dua tahun sekali. Baru mulai 2017 itu aktif tiap tahun bayar,” kata Tumini kepada Kompas.com, Jumat (4/7/2025).
Baca juga: Tumini Pasrah Diminta Hengkang dari Ponten Umum, Tempat Tinggalnya Sejak 2010
Tumini aktif membayar secara offline menyerahkan uang ke kantor Jasa Tirta yang berlokasi di Jalan Karah, Nomor 6, Kecamatan Jambangan, Surabaya.
Namun, pada tahun 2022, saat dia mendatangi kantor untuk membayar biaya sewa, uangnya ditolak oleh petugas Jasa Tirta.
“Ditolak, nggak boleh bayar. Terakhir banyak 2021, tahun 2022 pas ke sana mau bayar ditolak,” tegasnya.
Baca juga: Tinggal di Toilet Umum di Surabaya Sejak 2010, Tumini: Inisiatif Saja Sambil Menjaganya
Menurut penuturan Tumini, petugas Jasa Tirta beralasan karena sudah tidak ada biaya operasional yang harus dibayar Tumini atas ponten umum tersebut.
“Sampai 2025 ini belum bayar lagi karena waktu itu disuruh nunggu info saja, nanti akan dikabari,” bebernya.
Tumini tak mengetahui secara pasti alasan PJT 1 memberikan izin kepada suaminya di tahun 2010 untuk dipercaya mengelola ponten umum dan melakukan perjanjian pembayaran biaya pemanfaatan lahan.
“Ya disuruh saja, pokoknya almarhum suami saya dipercaya untuk mengelola. Gitu aja,” jelasnya.
Setidaknya, dalam kurun waktu 25 tahun mengelola ponten umum di Taman Lumumba, Tumini membayar sewa ke Jasa Tirta mencapai Rp 15 juta.
“Ada paling kalau sampai Rp 15 juta,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Sub Divisi Pengelolaan Wilayah Sungai Brantas 3 PJT I, Teguh Bayu Aji tak mengetahui secara pasti terkait seluruh biaya sewa yang dibayarkan Tumi selama belasan tahun.
“Kami kurang tahu tepatnya. Untuk perjanjian terakhir 2018-2021 per tahun 1.250.000, perjanjian ini dibuat sebagai bentuk pengamanan sempadan agar tidak dijadikan hak milik oleh warga yang menempati,” bebernya.
Sementara itu, Jasa Tirta sudah tidak lagi menarik biaya operasional sejak tahun 2022 dengan alasan sudah tidak memiliki kemanfaatan atas fasum tersebut.
“Memang ada biaya pemanfaatan lahan sampai dengan tahun 2021 tetapi setelah itu sudah tidak ada mungkin dengan pertimbangan kemanfaatanya sudah tidak seperti dulu,” ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang