MALANG, KOMPAS.com - Keberadaan ratusan kuburan hewan bernisan, seperti anjing dan kucing, di Jalan Joyo Agung II RT 04 RW 03, Kelurahan Tlogomas, Kota Malang, terus menimbulkan keresahan di kalangan warga.
Aktivitas pemakaman yang diduga berlangsung lebih dari dua tahun tanpa pemberitahuan resmi ini dikhawatirkan akan menimbulkan pencemaran lingkungan serta dampak visual dan sosial negatif di tengah permukiman yang padat.
Menanggapi hal tersebut, Lurah Tlogomas, Arwanto, memberikan penjelasan terkait regulasi yang ada.
Ia menyatakan bahwa peraturan daerah (perda) yang berlaku mewajibkan pemilik hewan peliharaan kecil menguburkan hewan peliharaannya yang telah mati.
"Kalau menurut saya, baca menurut Perdanya itu, pemakaman hewan, di Perda Nomor 1, 2012 ya, untuk hewan kecil wajib, hewan peliharaan itu harus dimakamkan, harus ditanam bunyinya, dikubur," kata Arwanto pada Selasa (27/5/2025).
Namun, Arwanto menekankan bahwa Perda tersebut tidak secara eksplisit mengatur siapa yang berwenang menyelenggarakan atau mengelola tempat pemakaman hewan secara komunal.
"Di situ tidak membunyikan siapa penyelenggaranya. (Hanya) wajib mengubur hewan peliharaan itu. Kalau hewan besar, diserahkan kepada Dinas Pertanian," ujarnya.
Sebelumnya, warga setempat mengeluhkan keberadaan ratusan kuburan hewan yang dapat mengganggu kenyamanan lingkungan.
Slamet, pemilik panti asuhan yang bangunannya berdekatan langsung dengan area pemakaman hewan tersebut, mengungkapkan bahwa aktivitas penguburan telah ada selama lebih dari dua tahun.
Baca juga: Disangka Kuburan Hewan, Setelah Digali Ternyata Jasad Bayi
"Dulu hanya beberapa hewan saja, anjing sama kucing. Saya tidak tahu siapa pemiliknya, tapi setiap aktivitas penguburan sering menggunakan kendaraan yang menyerupai ambulans," ujar Slamet.
Ia juga menambahkan bahwa tidak pernah ada pemberitahuan kepada warga sekitar mengenai aktivitas tersebut.
Keberadaan kuburan hewan dalam jumlah besar ini dinilai kurang elok dan kurang nyaman. Apalagi, lokasinya dekat dengan panti asuhan yang sering menerima donatur.
"Sering ada donatur ke panti kami datang menanyakan karena dikira makam apa. Ya tentu ini mengganggu lingkungan sini."
"Harapannya, kalau memang ada izin pemerintah ya tidak apa-apa, tapi kalau tidak ada izinnya, jangan dilanjutkan," kata Slamet.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang