MALANG, KOMPAS.com – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, menekankan pentingnya kehati-hatian dalam rencana memasukkan anak-anak nakal ke dalam barak militer untuk dibina.
Hal itu menanggapi kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim anak-anak nakal ke dalam barak militer.
Bima setuju bahwa keresahan masyarakat terhadap kenakalan remaja kian mengkhawatirkan. Menurutnya, tingkat kenakalan remaja saat ini memang telah mencapai level yang sangat meresahkan.
"Memang tingkat kenakalan sudah banyak meresahkan dan mengkhawatirkan. Bukan lagi nakal, tetapi ada yang sampai sudah kriminal," ujar Bima usai kunjungan kerja di Balai Kota Malang, Jumat (2/5/2025).
Baca juga: Dedi Mulyadi Ungkap Sumber Biaya Siswa Bermasalah Masuk Barak Militer
Meskipun demikian, ia memberikan catatan agar pendekatan rencana yang akan diambil tidak semata-mata fokus pada pendisiplinan fisik ala militer.
"Namun catatannya adalah harus hati-hati. Yang namanya mendidik itu kan bukan hanya sekadar melatih disiplin, tetapi ada unsur psikologis, kepribadian yang juga harus diperhatikan," katanya.
Baca juga: Bukan Kirim ke Barak Militer, Pramono Punya Cara Sendiri Hadapi Siswa Nakal
Oleh karena itu, Bima menyarankan agar konsep pembinaan ini disiapkan dan dimatangkan secara serius dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
Ia juga menekankan pentingnya dialog dua arah dengan pihak keluarga anak untuk memahami akar masalah dan memastikan kerja sama.
"Jadi saran saya, disiapkan, dikonsepkan dengan hati-hati. Melibatkan juga tentunya para pakar, pemerhati keluarga, ahli ilmu keluarga, psikolog," katanya.
Lebih lanjut, Bima menekankan bahwa program pembinaan, sekalipun bertujuan menanamkan disiplin, tetapi menurutnya harus tetap mengedepankan pendekatan humanis dan kekeluargaan.
"Tetapi betul-betul disiapkan secara serius, matangkan konsepnya, dan ada unsur pendekatan yang sifatnya humanis kekeluargaan. Selain melengkapi pembinaan disiplin militer itu tadi," katanya.
Menanggapi penggunaan barak militer, Bima Arya mengatakan bahwa lokasi seperti itu bukanlah hal utama, melainkan metodologi pembinaan yang diterapkan di dalamnya.
Atau, mengartikan penggunaan fasilitas militer namun dengan program yang dirancang komprehensif dan tidak melulu bersifat kemiliteran.
"Ya, bisa saja. Barak kan masalah tempat, metodenya kan juga bisa, tempatnya boleh saja di barak, tetapi di sana hendaknya disusun konsep yang juga melibatkan pakar keluarga, bimbingan atau konseling," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang