MADIUN, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun menuntut terdakwa Henri Erwanto (46), seorang pengusaha jasa angkutan tebu, dengan hukuman penjara selama dua tahun enam bulan serta denda Rp 510 juta lebih.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU Kejari Kabupaten Madiun, Yunani, dalam sidang lanjutan kasus mafia pajak yang merugikan negara hingga Rp 255 juta di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (29/4/2025).
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kabupaten Madiun, Inal Sainal Saiful, menyatakan bahwa JPU meminta majelis hakim memvonis Henri Erwanto bersalah dalam kasus tindak pidana perpajakan.
Baca juga: Kejari Madiun Tahan Mafia Pajak Berkedok Tak Laporkan SPT Masa PPN
"JPU meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun memutuskan menyatakan terdakwa Henri Erwanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga merugikan pendapatan negara sebesar Rp 255 juta."
"Selanjutnya, menjatuhkan pidana dua tahun dan enam bulan dikurangi masa penahanan lapas dan penahanan kota yang telah dijalani oleh terdakwa," kata Inal.
Dalam tuntutannya, JPU juga menegaskan bahwa Henri dituntut membayar denda setara dua kali kerugian pendapatan negara, totalnya mencapai Rp 510 juta lebih.
Jika terdakwa tidak membayar denda dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar denda.
"Bila terdakwa tidak memiliki harta yang mencukupi untuk membayar denda, maka terdakwa akan menjalani penjara pengganti denda selama satu tahun," ungkap Inal.
Baca juga: Minta Pemerintah Tak Kalah dengan Mafia Pajak, Anggota DPR: Ini Skandal Luar Biasa
Dalam persidangan, hal yang memberatkan terdakwa adalah kerugian yang ditimbulkan terhadap pendapatan negara sebesar Rp 255 juta lebih.
Selain itu, tindakan Henri Erwanto dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara di sektor pajak.
Namun, terdapat beberapa hal yang meringankan, seperti tanggungan keluarga, penyesalan atas perbuatannya dan fakta bahwa ia belum pernah dihukum sebelumnya.
Persidangan kasus mafia pajak ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembelaan terdakwa Henri Erwanto.
Sebelumnya, dalam sidang perdana pada Kamis (20/2/2025), Henri didakwa merugikan negara hingga Rp 255 juta karena tidak menyetorkan pajak pertambahan nilai selama enam bulan.
"Terdakwa Henri Erwanto dengan sengaja tidak menyetorkan pajak pertambahan nilai yang telah dipungut untuk masa pajak Maret 2019, Juni 2019, Juli 2019, Agustus 2019, September 2019, dan November 2019."
Baca juga: 10 Kasus Mafia Pajak di Indonesia, Gayus Paling Fenomenal
"Kondisi itu menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 255.284.332," ujar Jaksa Oktario Hartawan Achmad, yang akrab disapa Rio.
Kasus ini bermula saat PT Argo Cemerlang Makmur, yang dipimpin Henri, mendapatkan kontrak jasa angkutan tebu dan jasa mekanisasi lahan dengan lima pabrik gula yang merupakan unit usaha PT Perkebunan Nusantara XI.
Setelah PT Perkebunan Nusantara XI membayar lunas nilai transaksi sebesar Rp 4.311.474.280 dan pajak pertambahan nilai sebesar Rp 431.147.428 kepada PT Argo Cemerlang Makmur, Henri tidak melaporkan transaksinya dalam SPT PPN.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang