Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nestapa Petani Ubi Gatot Kaca di Lumajang, Panen Malah Merugi

Kompas.com, 22 April 2025, 12:30 WIB
Miftahul Huda,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

LUMAJANG, KOMPAS.com - Yulianto, seorang petani asal Desa Karanganom, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah setelah menanam ubi varietas gatot kaca.

Varietas ini merupakan hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Selama dua tahun, Yulianto nekat menyewa lahan seluas 2,5 hektar meskipun tidak memiliki tanah sendiri. Ia terpesona oleh hasil dan harga jual ubi tersebut.

Pada tahun pertama, hasil panennya cukup memuaskan karena 1 kilogram ubi gatot kaca dapat dijual seharga Rp 3.500, dengan total produksi mencapai 40 ton per hektar.

Baca juga: BRIN Kembangkan Finebubble, Tingkatkan Produktivitas Pertanian dan Peternakan

Dengan lahan 2,5 hektar, ia dapat memanen sekitar 100 ton ubi, setara dengan Rp 350 juta sekali panen.

Namun, pada tahun kedua, situasi berubah drastis.

Tidak dapat menjual hasil panen

Setelah mengeluarkan modal hingga Rp 100 juta, Yulianto tidak dapat menjual hasil panennya.

Ubi yang seharusnya dipanen dalam waktu 4,5 bulan justru membusuk setelah 8 bulan karena kemitraan yang berjanji akan menyerap hasil panen tidak kunjung datang.

“Harusnya dipanen usia 4,5 bulan. Tetapi yang ini usia 8 bulan jadinya busuk. Kemitraan tidak menyerap, mereka tidak datang untuk memanen. Dulu mau dijual ke orang lain, tidak boleh. Sekarang membusuk,” keluh Yulianto saat ditemui di lahan, Selasa (22/4/2025).

Baca juga: BRIN Gandeng Korsel untuk Bangun Rumah Kaca Pintar di Indonesia

Menurut Yulianto, perjanjiannya dengan mitra tidak tertulis di atas kertas, melainkan hanya bermodalkan kepercayaan.

Mitra yang dimaksud adalah pengepul ubi yang cukup terkenal di Kecamatan Pasrujambe, yang membuatnya memberanikan diri menanam ubi gatot kaca dalam jumlah besar.

Ia juga menjelaskan bahwa bibit ubi yang ditanam berasal dari teman mitra tersebut, yang bahkan menyewakan alat untuk penanaman.

“Seharusnya kan komitmen. Ini saya merugi besar. Karena total biaya yang dikeluarkan sampai Rp 100 juta,” tambahnya.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Lumajang, Ishak Subagyo, mengakui bahwa ubi gatot kaca merupakan varietas unggulan yang diakui BRIN.

Baca juga: BRIN Kembangkan Sistem AI untuk Diagnosis Malaria, Tingkatkan Akurasi Pemberantasan Penyakit

Namun, ia menekankan bahwa dalam praktiknya, tidak ada pendampingan yang komprehensif untuk para petani.

“Seharusnya ada pengawalan dari mulai produksi hingga panen. Ke mana pasarnya? Ini tidak, petani dibiarkan terkecoh dengan katanya varietas unggulan tetapi tidak ada pendampingan." 

"Padahal ini kualitas ekspor. Kan sekarang kasihan, yang jadi korbannya ini petani,” keluh Ishak.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau