LUMAJANG, KOMPAS.com - Kasus ganja yang mencuat di lereng Gunung Semeru, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menyisakan misteri terkait sosok bernama Edi.
Sejak kasus ini pertama kali terungkap pada September 2024, nama Edi sering disebut para tersangka yang ditangkap pihak kepolisian.
Namun, hingga saat ini, keberadaan Edi belum terdeteksi meskipun namanya telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Polres Lumajang.
Edi diduga sebagai otak intelektual di balik 59 ladang ganja yang ditemukan di Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro.
Kasi Humas Polres Lumajang, Ipda Untoro Abimanyu, menyatakan bahwa pihak kepolisian terus berupaya mencari dan menangkap Edi.
"Pencarian intensif masih terus kami lakukan, kami ingin misteri ini bisa segera terpecahkan," ujar Untoro di Mapolres Lumajang, Rabu (19/3/2025).
Menurut Untoro, kesulitan yang dihadapi polisi dalam mengungkap keberadaan Edi disebabkan oleh fakta bahwa ia tidak pernah melakukan perekaman identitas apapun, termasuk kartu tanda penduduk (KTP).
"Kesulitan kami adalah Edi ini tidak punya identitas, dia gak pernah melakukan perekaman KTP," ujar Untoro.
Pihak desa telah beberapa kali mengajak Edi membuat KTP sebelum ia melarikan diri dan menjadi DPO.
Namun, ajakan tersebut selalu ditolak Edi dengan berbagai alasan. "Kami tahunya dari desa, mereka bilang Edi ini gak pernah mau diajak bikin KTP," tambah Untoro.
Baca juga: Bukan di Bromo, Ladang Ganja TNBTS Ada di Semeru
Meskipun demikian, polisi telah mengantongi foto Edi, yang akan digunakan dalam pencarian.
Namun, foto tersebut belum disebarluaskan kepada masyarakat.
"Kami punya foto, jadi gak pakai sketsa. Untuk disebar, ini dari Reskoba masih mau minta izin ke Kapolres," ungkap Untoro.
Dalam sidang lanjutan kasus ganja pada Selasa (18/3/2025), salah satu terdakwa bernama Bambang memberikan informasi mengenai ciri-ciri fisik Edi, yang disebutkan memiliki kulit putih dan berkumis.
Pihak kepolisian berharap informasi ini dapat membantu dalam pencarian Edi yang hingga kini masih misterius.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang