SURABAYA, KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengambil alih pengasuhan sejumlah anak yang sempat dirawat di panti ilegal milik tersangka pencabulan.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya, Ida Widayati.
"Ada lima anak (yang dirawat Pemkot Surabaya). Itu ada yang kasusnya mendapatkan kekerasan, pencabulan, semua di shelter kami," kata Ida ketika saat dikonfirmasi, Jumat (7/2/2025).
Baca juga: 7 Fakta Kasus Pencabulan Pemilik Panti Asuhan di Surabaya, Korban Diancam
Tersangka, NK (60), kerap melakukan kekerasan kepada para anak asuh di pantinya sejak tahun 2022 silam. Sedangkan, dua di antaranya mengalami pelecehan seksual.
"Memang yang bersangkutan (tersangka) emosional, tapi tidak semuanya dapat pencabulan. Termasuk korban laki-laki yang tinggal di sana juga dapat kekerasan," ujar Ida.
Dengan demikian, kata Ida, pihaknya berencana untuk merawat kelima anak tersebut hingga tumbuh dewasa. Mereka akan mendapatkan beberapa hak yang tidak dipenuhi tersangka.
"Insha Allah nanti tetap di shelter, kami mencoba pendekatan supaya dia bisa bertahan, hak-haknya dipenuhi, sekolah atau kebutuhan apa pun sudah dipenuhi Pemkot," ucap dia.
Baca juga: Pemilik Panti Asuhan Pelaku Pencabulan di Surabaya Tidak Mengakui Perbuatannya
Lebih lanjut, Ida menyebut, para korban sekarang tengah menjalani pendampingan psikologi. Namun, mereka masih trauma dengan peristiwa yang dialami sekitar tiga tahun ke belakang.
"Masih kita lakukan terapi, konseling terus-menerus, anak-anaknya masih adaptasi dengan konselor kita, belum terlalu terbuka, perlu waktu 1-2 minggu mungkin," tutup dia.
Diberitakan sebelumnya,kasus ini bermula dari seorang korban anak perempuan berusia 15 tahun yang melapor kepada Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Baca juga: Tersangka Pencabulan dalam Panti Asuhan di Surabaya Rayu dan Ancam Korban
“Kejadian bermula dari kaburnya anak panti asuhan yang menerangkan adanya dugaan tindakan pencabulan dilakukan oleh NK,” kata Direktur UKBH Unair, Sapta Aprilianto.
Korban merupakan salah satu anak asuh yang tinggal di panti asuhan tersebut. Dia kabur dan menceritakan kisah pilunya kepada mantan istri tersangka berinisial S (41) yang juga pelapor.
Rumah penampungan yang sebelumnya panti asuhan tidak memiliki perpanjangan izin sejak 2022. Jadi, saat ini dinilai ilegal.
Pelaku dijerat Pasal 81 Jo Pasal 76 D dan atau Pasal 82 Jo Pasal 76 E UU Noṃor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 6 Huruf b UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ancaman hukuman paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun untuk perlindungan anak, dan ancaman hukuman 12 tahun untuk pidana kekerasan seksual.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang