SURABAYA, KOMPAS.com - Kasus penemuan mayat dalam koper merah di Ngawi pada Kamis (23/1/2025) masih menyisakan sejumlah kejanggalan.
Polda Jawa Timur telah menetapkan Rohmad Tri Hartanto alias A (32) dari Dusun Banaran, Desa Gombal, Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung sebagai tersangka.
Ia disangkakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dan Pasal 365 ayat 3 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
Baca juga: 5 Fakta di Balik Terungkapnya Kasus Mutilasi Mayat Dalam Koper di Ngawi
Namun, setelah kasus ini dirilis oleh Polda Jatim pada Senin (27/1/2025), terdapat beberapa hal yang mencolok dan janggal.
Berikut adalah lima kejanggalan yang terungkap dalam kasus mutilasi ini:
Tersangka mengaku bahwa ia adalah suami siri korban, Uswatun Khasanah (29), untuk menghindari kecurigaan saat berkunjung ke indekos korban di Tulungagung.
Ayah korban, Nur Khalim, mengonfirmasi bahwa anaknya pernah memperkenalkan tersangka sebagai suami siri, namun tidak pernah meminta untuk menjadi wali nikah.
Penyelidikan Polda Jatim mengungkapkan bahwa pernikahan mereka tidak tercatat baik dalam agama maupun negara, karena tersangka masih memiliki istri sah.
Tersangka menyatakan bahwa salah satu alasan pembunuhan adalah karena korban tidak terima dengan keberadaan putri mereka dan bahkan berdoa agar anaknya menjadi pekerja seks komersial, yang membuat tersangka sakit hati.
Barang bukti satu-satunya yang disita oleh polisi adalah pisau buah berwarna hijau yang dibeli tersangka di minimarket.
Tersangka menyatakan bahwa pisau tersebut digunakan untuk memutilasi korban.
Baca juga: Ayah Korban Mutilasi dalam Koper di Ngawi Berharap Pelaku Dihukum Mati
Namun, pertanyaan muncul, apakah pisau berukuran tipis dengan panjang kurang dari 20 sentimeter mampu memotong tulang manusia dewasa menjadi tiga bagian?
Polda Jatim masih melakukan pengembangan terkait kemungkinan adanya alat tambahan yang digunakan dalam proses mutilasi.
Hasil pemeriksaan oleh tim Laboratorium Forensik Polda Jatim menunjukkan bahwa pisau tersebut tidak mengandung bekas darah.
"Pisau dengan sarung senjata tajam plastik warna hijau panjang sekitar 20 sentimeter ini negatif darah," kata Kabid Labfor Polda Jatim, Kombes Pol Marjoko.
Polisi berencana menyelidiki lebih lanjut kondisi pisau setelah digunakan untuk memutilasi, apakah telah dicuci atau dibersihkan.
Setelah mencekik korban hingga tewas di kamar 303 Hotel Adisurya Kediri pada Minggu (19/1/2025), tersangka menghubungi temannya, Muhammad Achlisin Maulana (MAM), untuk mengambil koper di rumahnya.
MAM terlihat di rekaman CCTV menunggu tersangka mengangkat koper merah ke dalam mobil.
Polisi telah mengamankan MAM untuk pemeriksaan lebih lanjut, karena perannya dalam kasus ini belum jelas.
Tersangka, yang lahir pada 9 Juli 1992 dan telah menikah secara sah, tercatat sebagai pelajar/mahasiswa dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Namun, Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Farman menyebutkan bahwa tersangka merupakan koordinator salah satu perguruan silat.
Baca juga: Diungkap, Alasan Mayat Mutilasi dalam Koper Dibuang di 3 Tempat Berbeda
"Informasi hasil profiling kami, pelaku adalah ketua ranting salah satu perguruan silat di Tulungagung," ungkapnya.
Selain itu, tersangka juga diduga sering berkomunikasi dengan anggota Polres Tulungagung dan berperan sebagai LSM.
Kasus ini masih dalam penyelidikan lebih lanjut oleh Polda Jatim, dan masyarakat menunggu kejelasan mengenai berbagai kejanggalan yang ada.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang