SUMENEP, KOMPAS.com - Masih ingat pak guru Ahmad Nurdin? Sosok 50 tahun ini diancam dengan pedang dan motornya dibakar pada Senin (13/1/2025).
Namun, itu bukanlah satu-satunya kegetiran dalam hidupnya. Pak Nurdin mesti menghadapi tantangan lain dalam kehidupan sehari-hari.
Lima hari setelah peristiwa pembakaran motor itu, ia jatuh sakit. Pak Nurdin terserang batuk, demam dan meriang.
"Saya hanya bisa beraktivitas di dalam rumah (gubuk) Mas," kata Pak Nurdin kepada Kompas.com, Jumat (17/1/2025).
Baca juga: Seorang Guru Kepulauan di Sumenep Diancam Pedang dan Motor Dibakar
Guru swasta asal desa Pajanannger, Kecamatan Arjasa pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur ini, sudah tidak mengajar setelah peristiwa mencekam itu terjadi.
Dia tidak memiliki kendaraan untuk berangkat dan pulang dari sekolah SMA Putra Bangsa, yang jaraknya sekitar tiga kilometer dari rumahnya. Apalagi kebugaran tubuhnya tidak seperti dulu.
Di samping itu, Pak Nurdin masih berusaha menyembuhkan trauma yang menghantuinya. Selama menjalani hidup, dia tidak pernah diancam dengan pedang dan motornya dibakar.
Meskipun berprofesi sebagai guru, Pak Nurdin bukanlah orang yang hidup serba berkecukupan. Selama ini, dia hanya menggantungkan hidupnya dari upah menjadi guru yang jumlahnya tidak seberapa.
Gubuk tempat tinggal Pak Guru Ahmad Nurdin yang sempat diancam dengan pedang dan motornya dibakar pada Senin (13/1/2025)."Tidak sampai 1 juta per bulan Mas," ujarnya.
Selama bertahun-tahun, Pak Nurdin hanya mendiami gubuk yang terbuat dari gedek (bambu) berukuran dua meter persegi.
Kondisi gubuknya sudah nyaris reot dan suatu ketika terancam ambruk. Tempat tidur, dapur dan ruang tamu menjadi satu.
Ketika memasuki musim penghujan dan dilanda hujan deras serta angin kencang, Pak Nurdin tetap bertahan di dalam gubuk satu-satunya itu. Dia hanya bisa menambal kebocoran dari genteng menggunakan terpal bekas.
Baca juga: Pelaku yang Ancam dan Bakar Motor Guru di Sumenep Diringkus Polisi
Pak Nurdin juga tidak memiliki kamar mandi di gubuk kecilnya itu. Untuk bisa mandi, dia terpaksa numpang ke kamar mandi masjid, yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.
"Setiap hari ya begitu Mas," ujarnya.
Hingga hari ini, gubuk milik Pak Nurdin tidak pernah tersentuh bantuan dari pemerintah.