SURABAYA, KOMPAS.com - Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Muhdlor Ali membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang lanjutan perkara korupsi pemotongan dana insentif pegawai di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (16/12/2024).
Dalam pledoinya, Gus Muhdlor -demikian dia biasa disapa- mengutip pribahasa, "Nila setitik, rusak susu sebelanga" untuk menggambarkan situasi yang dialaminya saat ini.
"Pengabdian saya untuk Negara selama ini tidak akan dianggap. Yang ada adalah Muhdlor korupsi," ungkap dia.
Baca juga: KPK Usut Pendapatan Sah Gus Muhdlor Terkait Kasus Korupsi Insentif
Gus Muhdlor menegaskan, selama persidangan tidak ada bukti yang mengarah langsung padanya terkait pemotongan insentif pegawai Badan Penerimaan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
Ia juga menyatakan, selama menjabat sebagai Bupati, pembangunan di Sidoarjo sangat progresif.
"Lalu bukti apa yang dihadirkan sehingga saya dipisahkan dengan keluarga saya?" kata dia dengan nada emosional.
Gus Muhdlor memberikan contoh konkret mengenai indeks pembangunan infrastruktur, yang mencapai nilai 0,843 poin, jauh melampaui target tahun 2026 yang ditetapkan dalam RPJMD sebesar 0,796.
Baca juga: Praperadilan Gus Muhdlor Ditolak, KPK: Hakim Pertimbangkan Semuanya
Proyek pembangunan yang ia sebutkan mencakup Flyover Aloha, Flyover Krian, Flyover Tarik, betonisasi jalan di seluruh wilayah Sidoarjo, serta pengembangan Alun-Alun Sidoarjo.
Ia juga menyoroti penerimaan pajak yang meningkat lebih dari 40 persen, atau sekitar Rp 373 miliar, sejak tahun 2020-2023.
"Nila setitik, rusak susu sebelanga, semua kinerja baik saya tidak akan dicatat," ujar dia.
Gus Muhdlor mengaku sangat prihatin dengan kasus pemotongan dana insentif pegawai BPPD.
"Hati saya menangis, saya tidak menyangka bahwa ada pemotongan insentif pegawai, apalagi yang dipotong adalah pegawai rendahan, dan tidak ada yang melapor langsung kepada saya," ucap dia.
Baca juga: KPK Minta Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor
Di akhir pleidoi, Gus Muhdlor berharap majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya membebaskannya dari tuntutan hukum.
Sebelumnya, Gus Muhdlor dituntut enam tahun empat bulan penjara dalam perkara korupsi pemotongan dana insentif pegawai BPPD Sidoarjo.
Selain pidana penjara, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta serta mengembalikan uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar dengan subsidair tiga tahun penjara.
Ia dianggap melanggar Pasal 12 Huruf E jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Baca juga: Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kantor BPPD Sidoarjo pada 25 Januari lalu, di mana KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.
Keduanya telah divonis hukuman lima tahun dan empat tahun penjara, setelah terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo antara 10-30 persen dari triwulan keempat tahun 2021 hingga triwulan keempat tahun 2023, dengan total kerugian mencapai Rp 8,544 miliar.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang