Editor
KOMPAS.com - Peristiwa tragis pembunuhan satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, telah menarik perhatian publik.
Pelaku, Yusa Cahyo Utomo (35), yang merupakan adik ipar korban, secara brutal membunuh Kristina, Agus Komarudin, dan salah satu anak mereka, Christian Agusta Wiratmaja. Namun, ia memilih untuk tidak menghabisi nyawa anak bungsu keluarga itu berinisial S.
Menurut AKP Fauzy Pratama, Kasat Reskrim Polres Kediri, insiden dimulai saat Yusa menyerang Kristina dan Agus di dapur.
Baca juga: Sosok Yusa, Residivis Pencopetan yang Bunuh Satu Keluarga di Kediri, Kerap Utang ke Sang Kakak
Kedua anak korban, yang terbangun karena mendengar keributan, mencoba melarikan diri.Yusa mengejar mereka, memukul Christian hingga tewas, dan melukai S.
"Pelaku mengejar dan memukul Christian di bagian kepala sebanyak dua kali hingga tak bergerak. Setelah itu, Yusa memukul Samuel satu kali di kepala," jelas AKP Fauzy.
Baca juga: Emosi Tak Dipinjami Rp 10 Juta Jadi Alasan Yusa Bunuh Sang Kakak Sekeluarga di Kediri
Meskipun terluka parah, S masih bergerak dan merangkak ke arah tempat tidur. Namun, Yusa tidak melanjutkan serangannya.
"Yusa membiarkan korban S yang masih kecil dalam kondisi bernapas karena merasa iba," ungkap AKP Fauzy.
Baca juga: Palu Berdarah yang Merenggut Nyawa Satu Keluarga di Kediri...
Warga melihat lokasi pembunuhan sekeluarga di Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Jumat (6/12/2024).Setelah memastikan tiga korban lainnya tidak bernapas, Yusa mencoba menghilangkan jejak dengan menutupi tubuh kedua anak korban yang sudah berlumuran darah menggunakan pakaian.
Ia juga mencuri barang berharga seperti kamera CCTV, ponsel, dan mobil, sebelum melarikan diri.
"Kamera CCTV dan palu yang digunakan sebagai alat pembunuhan dibuang di Sungai Brantas," tambahnya.
Kapolres Kediri, AKBP Bimo Ariyanto, menyampaikan bahwa kondisi S saat ini menunjukkan perkembangan positif.
"Alhamdulillah, kondisinya semakin membaik meski masih mengalami luka," ujar AKBP Bimo. Untuk memastikan pemulihan psikologis S, pihak kepolisian juga memberikan pendampingan khusus.
Keputusan Yusa untuk membiarkan S hidup telah menimbulkan diskusi mengenai sisi emosional pelaku di tengah tindakan yang keji.
"Pelaku meninggalkannya dalam kondisi bernapas karena merasa kasihan pada yang paling kecil," ulang AKP Fauzy, menegaskan perasaan iba yang menjadi dasar keputusan tersebut.