Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Gabah Kering di Madiun Capai Rp 8.000, Bulog Tak Mampu Lagi Serap

Kompas.com, 8 September 2023, 11:13 WIB
Muhlis Al Alawi,
Krisiandi

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com - Harga gabah kering di Madiun disebut mencapai Rp 8.000 per kilogram.

Kondisi itu menjadikan Bulog tak lagi menyerap atau membeli gabah kering hasil panen petani di wilayah Madiun.

Kepala Cabang Perum Bulog Sub Divre IV Madiun Ferdian Darma Atmaja yang dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (7/9/2023) menyatakan, besaran harga tersebut berdasarkan survei yang dilakukan mitra Bulog. 

Baca juga: Bulog Pekalongan Kesulitan Serap Gabah Petani di 7 Kabupaten, Ini Alasannya

“Survei terakhir dari laporan teman-teman mitra (bulog) menyebut harga gabah basah Rp 7.400 dan kering Rp 8.000-an. Kami tidak akan mampu (menyerap atau membelinya). Karena harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering sebesar Rp 6.300 perkilogramnya,” kata Ferdi.


Sementara HPP gabah basah Rp 5.000 per kilogram. Dengan HPP tersebut, kata Ferdi, tidak ada satu pun petani yang menjual gabah basah dan keringnya ke Bulog.

Baca juga: Tiga Tahun Meneror Warga, Monyet Ini Berhasil Dievakuasi Setelah Masuk Gudang Gabah

Petani, kata dia, juga tidak ada yang menyetor beras hasil giling ke Bulog. Itu karena HPP untuk beras Rp 9.950 per kilogram, sementara harga beras medium hasil giling bisa mencapai Rp 12.000 per kilogram. 

“Tidak ada petani yang menjual gabah kering sesuai HPP atau pemilik penggilingan padi yang menjual beras sesuai standar Bulog. Karena HPP beras saat ini Rp 9.950, harga gabah kering 6.300 dan harga gabah basahnya Rp 5.000,” jelas Ferdi.

Ongkos Produksi Naik

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun Sumanto yang dikonfirmasi terpisah menyatakan naiknya harga gabah basah dan gabah kering hasil panen lantaran ongkos produksi yang naik.

Salah satu pemicu kenaikkan ongkos produksi di antaranya makin berkurangnya jumlah dan jenis pupuk bersubsidi yang diberikan kepada petani.

“Jumlah pupuk bersubsidi yang diterima petani saat ini berkurang. Jadi petani harus menggunakan pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih mahal. Dengan demikian, komponen ongkos produksinya pun menjadi naik. Jadi kalau harga naik maka linier dengan biaya produksi,” kata Sumanto kepada Kompas.com, Jumat (8/9/2023).

Baca juga: Sekarang Ini untuk Dapat 10 Ton Gabah sampai Butuh 20 Hari

Menurut Sumanto, kenaikkan harga gabah kering dan gabah basah menjadi keuntungan bagi petani di tengah mahalnya harga pupun non subsidi.

Selain itu petani juga harus mengeluarkan biaya untuk penambahan pupuk organik.

“Di Madiun itu bahan organik tanahnya kurang dan rendah dibawah dua persen. Sehingga saya mendorong untuk penambahan pupuk organik dan otomatis ada penambahan biaya produksi. Jadi penambahan biaya produksi itu berupa pembelian pupuk non subsidi dan pupuk organik,” demikian Sumanto.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau