BLITAR, KOMPAS.com - Cadangan beras pemerintah di gudang-gudang Perum Bulog tersisa 760.000 ton atau sekitar 63,3 persen dari stok normal sebanyak 1,2 juta ton.
Oleh karena itu, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mendorong Bulog terus meningkatkan kecepatan penyerapan beras untuk mengejar target cadangan beras yang dimiliki pemerintah menjadi 1,2 juta ton hingga 1,5 juta ton.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemerintah telah memberikan kebijakan fleksibilitas harga acuan pembelian beras dan gabah kering kepada Perum Bulog untuk meningkatkan daya serapnya.
"Kita memang mengadakan fleksibilitas harga yang biasanya Bulog membeli (beras) Rp 8.300 (per kilogram) sekarang Rp 8.800. Harapannya agar stok masuk," ujar Arief saat peringatan Hari Telur Sedunia di halaman Pemkab Blitar, Kamis (13/10/2022).
Hal itu disampaikan Arief saat menjawab pertanyaan terkait kesiapan pemerintah menghadapi ancaman krisis pangan global yang disampaikan sejumlah pihak, termasuk Presiden Joko Widodo.
Arief tidak menyebut kapan target stok beras sebanyak 1,2 juta ton itu terpenuhi. Namun, kata dia, fleksibilitas harga acuan beras itu diberikan hingga 30 November 2022.
Harga acuan pembelian gabah kering oleh Bulog, ujarnya, naik dalam kebijakan tersebut dari Rp 5.300 per kilogram menjadi Rp 5.650.
Baca juga: Perempuan di Blitar Lebih dari Sehari Bertahan di Dasar Sumur, Kapolsek: Air Setinggi Leher Korban
Dia mengakui pada saat yang sama terjadi inflasi pangan di sejumlah daerah sehingga menjadi beban terhadap upaya mempercepat peningkatan stok beras pemerintah. Karena, ujarnya, stok beras yang ada harus digunakan untuk melakukan operasi pasar.
Pada kesempatan itu, Arief juga menyebutkan stok gula di gudang milik PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero), sebanyak 280.000 ton.
Bapanas, ujar Arief, tengah menggodok neraca pangan nasional yang akan menjadi pijakan strategis dalam pengendalian stok dan harga.
Dalam neraca pangan nasional, jelasnya, masing-masing dari sembilan bahan kebutuhan pokok telah dipetakan, berapa stok dan kebutuhannya.
"(Jika) neraca pangan kita sudah selesai, sehingga untuk mengalkulasi produksi, berapa stok yang kita miliki, berapa kebutuhannya, kita sudah punya terutama sembilan bahan pokok yang ada dalam Perpres Nomor 66 Tahun 2021 untuk Bapanas," tuturnya.
Setelah neraca pangan selesai, lanjutnya, setiap bulan Bapanas akan memperbarui data pangan terutama sembilan kebutuhan pokok tersebut dari berbagai kementerian dan lembaga pemerintah yang terkait.
"Sehingga apabila sudah kita petakan, kita tahu persis daerah mana yang hari ini surplus untuk produk tertentu dan daerah mana yang defisit untuk produk-produk tertentu" jelas Arief.
Terkait dengan peta produksi dan kebutuhan itu, kata Arief, pemerintah daerah memiliki peran penting mendukung kelancaran distribusi pangan dari produsen ke konsumen menggunakan bagian dari dana transfer umum (DTU).
"Sehinggga Pak Presiden menyampaikan bahwa gunakanlah dana DTU 2 persen sebesar Rp 2,17 triliun itu untuk mobilisasi stok," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Arief juga mencontohkan peran Bapanas dalam menjaga stok pangan pemerintah sekaligus mendorong pemerataan distribusi dari daerah produsen ke daerah konsumen.
Baca juga: Peternak di Blitar Bagikan 5 Ton Telur kepada Masyarakat, Ternyata Ini Tujuannya
"Misalnya di saat peternak layer di blitar ini kekurangan jagung kami memfasilitasi agar jagung dari Sumbawa, dari Dompu, dari Bima dikirim kesini. Kenapa, karena kami tahu di sana over production," ujarnya.
Menurut Arief, Bapanas mengemban peran strategis dalam pengendalian stok dan harga pangan nasional. Peraturan Presiden (Perpres) terkait hal itu, ujarnya, saat ini sedang dalam tahap penyempurnaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.