Editor
MALANG, KOMPAS.com - Tragedi kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, usai laga Arema FC vs Persebaya pada Sabtu (1/10/2022) malam, masih menyisakan sejumlah kejanggalan.
Seperti tembakan gas air mata yang membuat suporter sesak napas dan terinjak akibat berdesakan, pintu stadion yang terkunci saat suporter berdesakan ingin keluar untuk menghindari gas air mata, jumlah penonton yang melebihi kapasitas, dan waktu pertandingan yang dinilai tidak pas untuk laga derbi dengan risiko keamanan tinggi.
Soal penembakan gas air mata yang melanggar aturan FIFA, sampai saat ini belum diketahui pihak yang menginstruksikan penembakan gas air mata. Tembakan gas air mata itu dianggap sebagai pemicu banyaknya korban jiwa.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas), Albertus Wahyurudhanto mengatakan, selama dua hari melakukan asesmen di Malang, pihaknya memastikan bahwa tidak ada instruksi resmi dari Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat, sebagai penanggung jawab pengamanan pertandingan, untuk menembakkan gas air mata.
AKBP Ferli Hidayat telah dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Malang menyusul tragedi menewaskan 131 korban itu.
Baca juga: 33 Anak Meninggal Saat Tragedi Kanjuruhan, Ada yang Usia 4 Tahun
"Salah satu hasilnya, belum ditemukan adanya instruksi resmi dari Kapolres selaku penanggung jawab pengamanan dalam pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya tersebut," kata Albertus dalam konferensi pers di Mapolres Malang, Selasa (4/10/2022).
Bahkan, Albertus menyebut, dalam pelaksanaan apel yang digelar 6 jam sebelum pertandingan, Kapolres Malang meminta jajarannya tidak menggunakan gas air mata.
"Kami mendapatkan bukti rekaman pelaksanaan apel yang dilaksanakan pada 6 jam sebelum pertandingan. Dalam apel tersebut, Kapolres Malang meminta agar seluruh jajaran pengamanan tidak menembakkan gas air mata dalam situasi dan kondisi apa pun," lanjutnya.
Pihaknya menduga, ada oknum petugas yang menginstruksikan penembakan gas air mata di luar prosedur.
Hari kedua kondisi Gate 12 pasca tragedi yang terjadi pada pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 seusai pertandingan bertajuk Derbi Jawa Timur, Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, Senin (3/10/2022) siang.Begitu juga dengan kondisi stadion yang terkunci yang menyebabkan suporter terjebak. Hingga saat ini, belum diketahui pasti siapa yang bertanggung jawab atas kejadian itu.
Ketua Komdis PSSI, Erwin Tobing mengaku sudah menelusuri kenapa pintu tersebut tetap terkunci di tengah suporter yang berdesakan ingin keluar stadion.
Menurutnya, pintu stadion yang terkunci dan membuat suporter terjebak merupakan Pintu 11-13.
"Saya tanya ke pengelola Stadion Kanjuruhan, jawabannya 'Pak dalam setiap event kita berikan ke panitia kuncinya'. Siapa (ketua) panitianya? saudara Abdul Haris (Ketua Panpel Arema FC)," kata Erwin di Kota Malang pada Selasa (4/10/2022).
Baca juga: Sederet Aksi Solidaritas dan Doa Bagi Korban Tregedi Kanjuruhan Malang
Pihaknya melanjutkan bertanya kepada Abdul Haris terkait pihak yang berwenang atas pintu stadion. Ketika itu, Abdul Haris menjawab bahwa kunci stadion dipegang oleh steward atau security officer.
"Siapa yang pegang (kuncinya)? steward atau security officer, saya tanya, jawabannya 'oh saya buka' tapi faktanya tidak terbuka pintunya, kenapa tidak dibuka? nah ini suatu kelalaian," katanya.
Pihaknya menganggap hal itu sebagai kelalaian. Pihaknya telah memberikan sanksi terhadap Abdul Haris, selaku Ketua Panitia Pelaksana, tak boleh terlibat di dunia sepak bola seumur hidup.
Berdasarkan laporan panitia pelaksana pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya, yang disampaikan saat pertandingan berlangsung, jumlah penonton di Stadion Kanjuruhan sebanyak 42.288 orang. Jumlah itu melebihi daya tampung stadion.
"Panitia pelaksana juga dilaporkan mencetak sebanyak sekitar 42.000 tiket. Padahal kapasitas Stadion Kanjuruhan seharusnya hanya sekitar 38.000," kata Komisioner Kompolnas, Albertus Wahyurudhanto.
Suasana di area Stadion Kanjuruhan,Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam."Ini menjadi kelemahan panitia pelaksana, apa yang mendasari menjual sedemikian, sehingga kita menjatuhkan hukuman ini, harusnya mereka melihat," katanya.
Waktu pertandingan malam juga menjadi sorotan. Sebab, untuk pertandingan dengan risiko keamanan tinggi, seharusnya pertandingan dilaksanakan sore hari.
Menurut Albertus Wahyurudhanto, pihak Polres Malang sudah mengajukan supaya pertandingan derbi antara Arema FC vs Persebaya digelar sore hari. Namun, hal itu tidak bersambut baik dari panitia pelaksana ataupun dari PT Liga Indonesia Baru.
"Pertimbangannya, berdasarkan analisa dari intel Polres Malang, bahwa pertandingan ini berpotensi risiko keamanan yang harus diwaspadai cukup tinggi," ungkap Albertus Wahyurudhanto.
Juru Bicara Komdis PSSI, Ahmad Riyadh menyebut, jadwal pertandingan bisa berupa dengan pertimbangan yang matang. Namun, di luar itu, secara nasional jadwal pertandingan yang sudah disusun oleh PT LIB sudah disampaikan kepada Mabes Polri.
"Jauh sebelumnya secara nasional. Secara kedaerahan, panpel di daerah (bisa) mengajukan (perubahan) jadwalnya, kalau ada perubahan pasti disesuaikan," katanya.
Sementara itu, Media Officer Arema FC Sudarmaji mengatakan bahwa panitia pelaksana (panpel) pertandingan melaksanakan pertandingan sesuai rundown.
Seperti diketahui, tragedi kerusuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, usai laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022) malam. Berdasar update data korban terakhir, tragedi itu menyebabkan 131 korban jiwa.
Sumber: KOMPAS.com (Penulis: Imron Hakiki, Nugraha Perdana| Editor: Krisiandi, Pythag Kurniati)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang