Kasus dugaan oknum Satpol PP menjual barang hasil sitaan itu juga telah dilaporkan Kepala Satpol PP Kota Surabaya ke Polrestabes Surabaya.
Di samping itu, lanjut Eri, Inspektorat Kota Surabaya juga akan melakukan tugasnya untuk mengevaluasi kinerja yang bersangkutan sebagai ASN.
Eri menegaskan, jika dalam proses hukum dan disiplin, ASN terbukti melakukan apa yang dituduhkan, maka oknum petinggi Satpol PP itu akan menerima sanksi.
"Kami sudah koordinasi dengan Kepolisian. Selain proses pidana, juga ada proses Inspektorat terkait kedisiplinan harus dijalankan," tegas Eri.
Baca juga: Investasi Bodong di Surabaya, Pelaku Pamer Barang Mewah, Korban Tergiur Untung Besar
Seperti diberitakan, kasus oknum petinggi Satpol PP di Kota Surabaya yang diduga menjual barang penertiban di luar prosedur telah dilaporkan Kepala Satpol PP Kota Surabaya Eddy Christijanto ke kepolisian.
Laporan polisi itu dibuat Eddy pada Kamis (2/6/2022) lalu.
"Kami minta bantuan Polrestabes Surabaya untuk melakukan penyelidikan terhadap permasalahan tersebut," kata Eddy.
Tak hanya itu, oknum tersebut juga telah dilaporkan ke Inspektorat Surabaya.
Hal itu Mengacu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Adapun sanksi yang disiapkan bisa berujung pemecatan apabila terbukti melakukan tindakan pidana.
"Saat ini sedang diproses di Inspektorat dan Polrestabes Surabaya. Proses selanjutnya, kami serahkan kepada Inspektorat dan Polrestabes Surabaya," ujar dia.
Baca juga: Asal-usul Nama Surabaya, Pertarungan Sura dan Baya
Kasus dugaan oknum petinggi Satpol PP menjual barang hasil penertiban ini pertama kali diungkap Komunitas Peduli Surabaya.
Salah satu perwakilan dari Komunitas Peduli Surabaya, Julianto, berharap tindakan oknum petinggi Satpol PP ini segera ditangani serius oleh Kepala Satpol PP Surabaya, Inspektorat Surabaya, dan juga pihak kepolisian.
Sebab, hal itu sudah menyalahi aturan dan sudah bisa masuk ke ranah tindak pidana korupsi.
"Oknum ASN ini pendapatannya kan sudah tinggi. Masa masih kurang? Apalagi ini warga baru mau bergerak perekonomiannya, mana rasa simpati dan empatinya?" tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.