Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Trenggalek, Kabupaten Berjuluk “Kota Gaplek” yang Asal-usulnya dari Legenda Menak Sopal

Kompas.com, 22 Februari 2022, 13:30 WIB
William Ciputra

Editor

KOMPAS.com - Trenggalek merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur berjuluk "Kota Gaplek".

Kabupaten Trenggalek berada di wilayah pesisir pantai sleatan Jawa, sehingga memiliki sejumlah pantai sebagai destinasi wisata.

Luas wilayah Kabupaten Trenggalek mencapai 1.261,40 kilometer persegi, yang dihuni oleh 731.125 jiwa berdasarkan data tahun 2020.

Asal-usul Nama Trenggalek

Nama Trenggalek disebut-sebut berasal dari kata “teranging galih”, yang berarti terangnya hati.

Nama teranging galih yang kemudian berubah menjadi Trenggalek merupakan pemberian dari Ki Ageng Sinawang.

Nama ini berkaitan dengan cerita suami istri bernama Ki Ageng Sinawang dan Raden Ayu Saraswati.

Sepasang suami istri ini disebut merawat seorang bayi laki-laki bernama Menak Sopal, yang dikemudian hari menjadi tokoh penting di Trenggalek.

Ketika dewasa, Menak Sopal dikenal sebagai pemuda sakti yang disukai oleh masyarakat sekitar Padepokan Sinawang.

Suatu hari, terjadi kekurangan air di wilayah padepokan itu. Menak Sopal dan pemuda sekitar pun bergegas memeriksa sekitar Sungai Bagong.

Berikutnya, Menak Sopal lantas membendung sungai itu agar daerahnya bisa memiliki cadangan air.

Namun, bendungan yang baru itu ambrol. Setelah diperiksa, rusaknya bendungan itu disebabkan oleh buaya putih.

Setelah terjadi dialog antara buaya putih dan Menak Sopal, si buaya meminta kepala gajah putih agar berhenti merusak bendungan.

Saat itu, orang memiliki gajah putih hanya Mbok randa dari Desa Krandon. Menak Sopal pun bergegas menemui Mbok Randa itu.

Menak Sopal lantas meminta izin meminjam gajah putih. Menak Sopal juga siap bertanggung jawab jika dalam tiga hari gajah putih itu tidak kembali.

Setelah diizinkan, Menak Sopal membawa pulang gajah putih itu, lalu disembelih dan kepalanya diberikan kepada si buaya.

Di sisi lain, Mbok Randa menunggu kepulangan gajah putihnya. Namun sudah hampir satu bulan gajah putih itu tidak kembali.

Mbok Randa lantas pergi ke Padepokan Sinawang. Saat bertemu, Menak Sopal meminta maaf dan menyampaikan kondisi sebenarnya.

Namun Mbok Randa tidak percaya dan marah besar kepada Menak Sopal. Sedangkan Menak Sopal memilih untuk melarikan diri.

Mbok Randa lantas menemui Ki Ageng Sinawang. Rupanya, Mbok Randa mendapatkan penjelasan yang sama dari Ki Ageng.

Setelah mengetahui gajahnya disembelih untuk keperluan masyarakat, Mbok Randa pun ikhlas dan tidak marah lagi.

Kemudian, Ki Ageng Sinawang berkata bahwa jika nanti Padepokan Sinawang ramai, agar diberi nama Teranging Galih, yang kemudian menjadi Trenggalek.

Sejarah Kabupaten Trenggalek

Singkong dijemur sebagai salah satu proses pembuatan gaplek, yaitu makanan khas Trenggalek.Dok. Pemkab Trenggalek Singkong dijemur sebagai salah satu proses pembuatan gaplek, yaitu makanan khas Trenggalek.
Daerah Trenggalek diyakini sudah dihuni manusia sejak masa prasejarah.

Bukti anggapan itu dapat dilihat dari beberapa artefak yang ditemukan, seperti Menhir, Mortar, batu Saji, Palinggih Batu, dan sebagainya.

Anggapan tersebut berdasarkan pada lokasi Trenggalek yang dekat dengan daerah Wajak, Tulunggangung yang sudah dihuni sejak 8.000 tahun yang lalu.

Para ahli memberi nama manusia purba yang hidup di daerah Wajak ini dengan nama Homo Wajakensis.

Adapun hari jadi Kabupaten Trenggalek ditetapkan pada tanggal 31 Agustus 1194 Masehi, berdasarkan Prasasti Kamulan yang ditemukan di daerah ini.

Sedangkan pemerintahan Kabupaten Trenggalek modern mulai berdiri sejak Perjanjian Gianti tahun 1755 yang membuat Mataram Islam menjadi dua, yaitu Surakarta dan Yogyakarta.

Sejak itu, daerah Kabupaten Trenggalek masuk dalam wilayah Kasunanan Surakarta.

Pada tahun 1830 atau setelah Perang Diponegoro, Trenggalek memperoleh bentuknya yang nyata sebagai wilayah administrasi pemerintahan di bawah Hindia Belanda.

Kota Gaplek

Julukan Kabupaten Trenggalek adalah Kota Gaplek, yaitu makanan khas daerah tersebut.

Gaplek adalah makanan yang diolah dari singkong, dan banyak diproduksi di daerah yang tanahnya kurang subur.

Singkong biasanya akan dikupas dan dipotong kecil, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1-3 hari.

Setelah kering, gaplek akan disimpan di tempat sejuk dan menjadi cadangan makanan ketika tidak ada bahan makanan.

Gaplek biasanya ditumbuk lalu dimasak seperti nasi. Gaplek ini juga merupakan bahan baku makanan tradisional seperti tiwul dan gatot.

Sumber:
Kompas.com
Trenggalekkab.go.id

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau