NGANJUK, KOMPAS.com – Keberadaan lingga dan yoni yang disebut-sebut terbesar di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, di area persawahan Dusun Tanjungkalang, Desa Tanjungkalang, Kecamatan Ngronggot, menuai polemik gara-gara diduga dirusak.
Meskipun saat ini kondisi lingga-yoni rusak usai diekskavasi ilegal oleh orang tak bertanggung jawab, warga setempat menolak bila Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) ini dipindahkan ke Museum Anjuk Ladang.
Sebab, bagi warga, lingga-yoni ini adalah lambang kesuburan desa.
“Ya jelas warga tidak berkenan (lingga-yoni dipindah ke museum). Karena ini lambang kesuburan Desa Tanjungkalang,” ujar Ketua RT 01, RW 10, Desa Tanjungkalang, S. Anto (63), kepada Kompas.com, Rabu (28/5/2025).
Menurut Anto, lingga-yoni di area persawahan Tanjungkalang ini telah ada sejak lama.
Saat dirinya menetap di Tanjungkalang sejak tahun 1984, lingga-yoni tersebut telah ada, dan diyakini warga setempat sebagai peninggalan nenek moyang.
“Cerita dari orang-orang tua itu (Lingga-Yoni) ada sejak era Mpu Sindok,” terangnya.
Pada awalnya, kondisi lingga-yoni ini utuh, dengan sebagian yoni terpendam di tanah.
Namun, sejak tahun 2020, sebut Anto, mulai ada upaya perusakan terhadap benda purbakala ini.
“Sebelumnya itu bagus, bahkan kelihatan agak tinggi. Tidak posisi di bawah (tanah) seperti ini. Dulu kalau tidak salah tahun 2020-an itu ada yang mengangkat,” tuturnya.
Akibat upaya pengangkatan paksa tersebut, saat itu posisi lingga telah terlepas dari yoni-nya.
Adapun kini kondisi lingga-yoni di Tanjungkalang telah rusak parah.
Kondisi ujung lingga cuil di beberapa sisi, seperti terkena benturan benda tumpul.
Lalu, sisi selatan yoni tampak cekung, yang diduga akibat upaya pencongkelan paksa.
Bagian tengah yoni berlubang tak beraturan.
Orang tersebut tak sendiri, melainkan ditemani ketiga koleganya.
Kedatangan mereka ke rumah Anto untuk memberitahukan bahwa mereka hendak melakukan ekskavasi di lokasi lingga-yoni.
“Mereka bilangnya mau mengangkat lingga-yoni, bukan untuk diambil, tidak dirusak,” ucap Anto.
Anto menegaskan bahwa keempat orang tersebut tidak melakukan perusakan atas lingga-yoni di Tanjungkalang.
Sementara kerusakan yang saat ini terlihat dilakukan oleh orang yang tak bertanggung jawab, jauh sebelum insiden ini.
“Kerusakan ini bukan ulah yang ngaku bernama Mas Aris dari Disporabudpar Nganjuk, tujuannya hanya membersihkan saja yang menamakan Mas Aris itu,” sebutnya.
“Kalau kerusakan ini perbuatan orang yang tidak bertanggung jawab, maksudnya apa ya kurang tahu, akan dipindah atau dibudayakan di lain, kurang tahu," keluh Anto.
Terkait penolakan warga bila lingga-yoni tersebut dipindah ke museum, Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Nganjuk, Sukadi, menghormati keputusan tersebut.
Sukadi pun mendorong pihak desa melakukan pemagaran di sekeliling lingga-yoni, melakukan pengangkatan atas monitoring Disporabudpar, dan membuatkan cungkup untuk melindungi benda purbakala ini.
“Tidak harus semua benda purbakala itu dibawa ke museum. Justru kalau ini ditempatkan di desa, nanti bisa menjadi local genius-nya desa ini, menjadi kearifan dari Desa Tanjungkalang ini,” jelas Sukadi.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disporabudpar Nganjuk, Amin Fuadi, menyatakan bahwa pihaknya telah lama menawarkan agar lingga-yoni di Tanjungkalang dipindahkan ke museum.
"Kita dulu kan sudah menawarkan untuk kita tarik ke museum, ya demi keamanan, tapi enggak boleh sama warga," kata Amin.
Diberitakan sebelumnya, temuan lingga dan yoni yang disebut-sebut terbesar di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mengalami kerusakan akibat pencongkelan.
Ukuran Yoni ini sekitar 113 x 111 sentimeter, dan tinggi Lingga kurang lebih 113 sentimeter.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/05/28/172720178/warga-tolak-lingga-yoni-terbesar-di-nganjuk-dipindah-ke-museum-ini