BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Home Credit
Salin Artikel

Melihat Suasana Pesantren Tebuireng Saat Ramadhan, Ada Kajian Kitab Klasik dan Bazar

JOMBANG, KOMPAS.com - Memasuki bulan Ramadhan 1445 Hijriah atau 2024 Masehi, kesibukan santri di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, kian padat. 

Setiap selesai shalat lima waktu, santri diwajibkan mengaji kitab kuning karya ulama-ulama besar.

Selama Ramadhan, pondok pesantren yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari tersebut menjadwalkan kajian kitab kuning, antara lain kitab Washaya, At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur'an, Ihya Ulumudin, serta Shahih Bukhari.

Pantauan Kompas.com pada Minggu (17/3/2024) petang, suasana pesantren Tebuireng tampak sedikit berbeda dengan hari-hari biasa. 

Di dalam pesantren, tepatnya di serambi masjid Jami Tebuireng, ratusan santri tampak serius menyimak dan mengikuti kajian kitab kuning, di bawah bimbingan seorang ustaz.

Keseriusan santri tak hanya menyimak dan mendengarkan. Mereka juga tampak sibuk menggerakkan pensil pada kitab yang mereka pegang.

Di saat bersamaan, mengaji kitab kuning juga dilakukan di kompleks asrama santri Tebuireng, di sebelah selatan dan sebelah barat.

Karena sibuk mengikuti kajian kitab kuning, baik di masjid maupun di kompleks asrama santri, tak banyak santri berlalu lalang di lingkungan pesantren.

Selain kajian kitab klasik yang cukup padat, suasana Ramadhan di Pesantren Tebuireng juga tampak berbeda karena dibuka bazar untuk melayani santri di lingkungan pesantren.

Bazar di dalam kompleks Pesantren Tebuireng  dibuka menjelang waktu berbuka puasa, serta malam hari usai shalat tarawih.

Khataman kitab kuning

Kepala pondok putri sekaligus pengasuh pesantren Al Masruriyah Tebuireng, KH. Fahmi Amrullah Hadziq atau Gus Fahmi mengungkapkan, kesibukan santri Tebuireng pada bulan Ramadhan terbilang lebih padat dibandingkan hari-hari biasa.

Saat Ramadhan, jelas dia, para santri diwajibkan mengikuti kajian kitab kuning yang disiapkan oleh pengasuh dan pengurus pesantren.

Mengaji kitab kuning dilakukan selama 5 kali sehari, disamping kesibukan santri untuk tetap mengikuti proses belajar mengajar di lembaga pendidikan formal di lingkungan pesantren.

“Itu yang membedakan, ada khataman-khataman beberapa kitab kuning yang hanya ada di bulan Ramadhan, tidak ada di bulan yang lain. Dan di bulan Ramadhan, jadwal ngajinya lebih padat daripada hari-hari biasa,” kata Gus Fahmi kepada Kompas.com, Senin (18/3/2024).

Ngaji kitab hadits

Cucu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari tersebut menuturkan, pihak pesantren juga melanjutkan kebiasaan yang diwariskan Kiai Hasyim setiap Ramadhan, yakni mengaji dan mengkhatamkan kitab shahih muslim dan shahih bukhari.

Dua kitab klasik yang cukup populer dan dihormati kalangan umat Islam tersebut berisi tentang koleksi hadits yang disusun oleh ulama besar di masa klasik.

Kitab Shahih Bukhari merupakan kitab koleksi hadits yang disusun oleh Imam Bukhari yang hidup antara tahun 194 hingga 256 hijriah. Kitab ini memuat 7.275 hadits dari sekitar 100.000 hadits yang diakuinya shahih.

Sedangkan kitab shahih muslim merupakan kitab koleksi hadits yang disusun oleh Muslim bin al-Hajjaj yang hidup antara 202 hingga 261 hijriah. Ia merupakan murid dari Imam Bukhari. Koleksi hadits ini di kalangan muslim Sunni adalah koleksi terbaik kedua setelah Shahih Bukhari.

“Dulu memang dijadikan kebiasaan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari (saat Ramadhan), yaitu mengkhatamkan kitab hadits yang cukup populer dan paling terkenal, kitab shahih bukhari dan shahih muslim,” ungkap Gus Fami.

Dia menjelaskan, kajian kitab shahih bukhari dan shahih muslim dilaksanakan secara bergantian tiap tahun dan dibacakan setiap Ramadhan.

“Jadi secara bergantian, kalau tahun ini membaca shahih bukhari, maka tahun berikutnya membaca kitab shahih muslim,” lanjut dia.

Saat awal berdiri, Kiai Hasyim mengajar santrinya di sebuah bangunan sederhana yang dibagi menjadi dua, bagian depan dan belakang bangunan.

Bangunan rumah sederhana yang dibagi menjadi dua itu, separuh untuk tempat tinggal Kiai Hasyim dan keluarganya, sedangkan satu bagian berikutnya untuk kegiatan belajar mengajar bagi para santri. 

“Awalnya berdirinya tidak seperti ini. Konon, jumlah santri pertama Mbah Hasyim itu ada dua orang dan itu tidak tinggal di kamar santri, tapi Ndalem (kediaman) Hadratussyaikh itu dibagi menjadi dua,” tutur Gus Fahmi.

“Yang depan itu untuk mengajar santri, lalu yang belakang itu untuk Hadratussyaikh, Bu Nyai dan keluarganya untuk tinggal. Jadi santri pertama itu dua orang,” lanjut dia.

Gus Fahmi menuturkan, jumlah santri Pesantren Tebuireng terus bertambah dari waktu ke waktu di masa kepemimpinan Kiai Hasyim.

Dalam perjalanannya, Pesantren Tebuireng juga mengembangkan pendidikan formal, diinisiasi oleh KH. Abdul Wahid Hasyim, putra dari KH. Hasyim Asy’ari, sekaligus ayah dari Gus Dur.

“Awalnya tidak ada sistem klasikal, baru pada tahun 1919 diterapkan sistem madrasi atau klasikal. Kemudian pada tahun 1929, dimasukkan pelajaran umum,” ungkap Gus Fahmi.

Saat ini, kata Gus Fahmi, Pesantren Tebuireng yang telah berusia 125 tahun, mengembangkan pendidikan formal, namun tetap mempertahankan sistem pendidikan klasik model pesantren.

Beberapa lembaga pendidikan formal di lingkungan Pesantren Tebuireng, antara lain SMP dan SMA A Wahid Hasyim, MTs Salafiyah Syafi’iyah, SMA Trensains, hingga Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy).

Sedangkan untuk pembinaan santri yang tinggal di lingkungan pesantren, diterapkan sistem  pendidikan ala pesantren melalui pengajian, takhasus, sorogan, maupun bandongan.

“Sementara yang non-formal adalah sistem pendidikan di pesantren. Jadi santri diberikan pembinaan melalui pengajian, ada takhassus, ada sorogan, ada bandongan dan sistem lainnya sebagaimana layaknya melakukan pembinaan santri di pesantren yang lain,” papar Gus Fahmi.

Dia menambahkan, dari tahun ke tahun, jumlah santri Tebuireng mencapai ribuan orang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Pada saat ini, ungkap Gus Fahmi, jumlah santri, baik yang bermukim di pondok putra maupun putri, serta yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan formal, jumlahnya sekitar 5.000 santri.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/03/20/104400978/melihat-suasana-pesantren-tebuireng-saat-ramadhan-ada-kajian-kitab-klasik

Bagikan artikel ini melalui
Oke