Salin Artikel

Wali Kota Blitar Ungkap Kronologi Perampokan di Rumah Dinas: Mereka Mengancam Akan Menelanjangi Istri Saya

BLITAR, KOMPAS.com – Wali Kota Blitar Santoso akhirnya bersedia menemui wartawan setelah menjadi korban penyekapan dan perampokan di rumah dinasnya di Jalan Sodanco Supriyadi, Kota Blitar, Jawa Timur, pada Senin dini hari.

Bercelana kolor warna krem, Santoso berbicara kepada belasan wartawan yang sudah dua hari bertahan di sekitar rumah dinasnya guna mendapatkan informasi terbaru terkait kasus perampokan yang menghebohkan tersebut.

“Jadi peristiwa yang kemarin itu tepatnya jam 3.00 WIB. Istri saya masih posisi shalat tahajud. Sambil menunggu subuh, kira-kira pukul 3.05 WIB gitulah, tiba-tiba pintu kamar saya digedor-gedor,” ujar Santoso mengawali penuturannya kepada wartawan di teras rumah dinas, Selasa (13/12/2022).

Mendengar pintu digedor, Feti buru-buru membangunkan Santoso yang masih tertidur di ranjang di ruangan kamar yang sama.

Belum penuh kesadarannya dari posisi terlelap, Santoso sempat menduga sayup-sayup suara gedoran pintu sebagai suara getaran bangunan rumah akibat gempa bumi.

“Saya pikir, wah ini ada gempa ini, ada lindhu ini, pikiran saya itu,” lanjutnya.

Belum sempat dirinya menyadari apa yang terjadi, pintu kamarnya terbuka oleh para perampok. Berdasarkan perkiraannya, terdapat 3 orang yang menyergap ke kamar.

Santoso belum sempat menatap satu pun dari mereka ketika salah satu dari mereka langsung menyergapnya.

“Ada tiga orang kalau tidak salah. Itu langsung nyergap saya dan istri saya. Kemudian, saya disuruh tengkurap, mulut dilakban, mata juga begitu,” ujarnya.

Kawanan perampok memperlakukan hal yang sama kepada Feti, mengikat kaki, tangan serta melakban mata dan mulutnya. Hanya saja, Feti tidak disuruh tengkurap di lantai, ia didudukkan di ranjang.

Santoso mengaku, dirinya tidak memiliki brankas tempat menyimpan uang ataupun barang berharga di kamar rumah dinas. Hal itu dia sampaikan kepada kawanan perampok. Namun, mereka tidak percaya, dan melakukan penganiayaan terhadap Santoso.

"Brankas. Brankasnya Pak. (Brankas) bapak di mana?” ujar Santoso menirukan perkataan perampok.

“Lha saya kan selama ini tidak punya brankas. Karena brankas ini kan untuk menyimpan uang. Uang yang saya simpan ini tidak ada,” aku Santoso.

Namun, pelaku terus memaksa sembari menendang tubuh Santoso dengan menggunakan sepatu boots.

Meski mendapatkan tendangan bertubi-tubi ke tubuhnya, Santoso mengaku masih terus bertahan untuk tidak menunjukkan tempat dirinya menyimpan uang dan barang berharga.

Namun, akhirnya Santoso menunjukkan sebuah tas yang dia letakkan di lemari tempat dia menyimpan sejumlah uang. Dia mengaku terpaksa melakukan itu setelah kawanan perampok mengancam akan menelanjangi Feti, istrinya.

“Waktu itu sempat dia ngomong, kalau tidak segera menunjukkan, istri saya mau ditelanjangi. Dia ngancam seperti itu,” ujar Santoso.

“Saya berpikir, bagaimana keselamatan istri saya kalau sampai dia melakukan hal-hal yang tidak baik. Kan kasihan nanti,” tambahnya.

Kawanan perampok akhirnya mengambil sebuah tas yang di dalamnya terdapat uang tunai sekitar Rp 400 juta, jam tangan, telepon pintar, dan sejumlah perhiasan milik Feti.

Pelaku bahkan juga mempreteli perhiasan yang masih dikenakan oleh Feti, seperti kalung, gelang, dan cincin.

Setelah berhasil mendapatkan uang dan barang berharga lain milik Santoso, kawanan perampok menanyakan letak kamar anak-anak Santoso. Namun, dijawab oleh Santoso bahwa tidak ada satu pun dari dua anaknya yang tinggal di rumah dinas.

Selesai dengan CCTV, kawanan perampok keluar dari kamar Santoso dan kabur.

Setelah yakin kawanan perampok telah pergi, Santoso berusaha berteriak meminta pertolongan melalui sedikit celah di rongga mulutnya yang dilakban.

Santoso berharap segera mendapatkan pertolongan dari tiga penjaga rumahnya yang merupakan anggota Satpol PP. Namun, setelah beberapa saat tak satu pun penjaga yang datang.

“Saya mencoba teriak minta tolong. Lha ternyata tidak ada yang merespons dari Satpol PP. Ternyata mereka sudah dilumpuhkan lebih dulu,” ujarnya merujuk pada tiga penjaga yang telah lebih dulu diborgol dan dilakban mulut dan matanya oleh kawanan perampok.

Sejumlah warga yang sedang menjalani shalat subuh di Masjid Syuhada Haji yang berada di sebelah rumah dinas mendengar teriakan minta tolong. Beberapa warga akhirnya memberikan pertolongan.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/12/13/152744078/wali-kota-blitar-ungkap-kronologi-perampokan-di-rumah-dinas-mereka

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com