Salin Artikel

Lumpur Lapindo: Penyebab, Dampak, Ganti Rugi, hingga Temuan “Harta Karun” Logam Tanah Jarang

KOMPAS.com - Lumpur Lapindo adalah sebutan bagi tragedi semburan lumpur panas yang terjadi di Porong, Sidoarjo.

Kejadian semburan Lumpur Lapindo berawal pada tanggal 29 Mei 2006 dan masih berlangsung hingga kini.

Semburan lumpur berasal dari situs pengeboran gas milik PT Lapindo Brantas di sekitar sumur Banjarpanji 1.

Lokasi Lumpur Lapindo berada di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo dan Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Kronologi Tragedi Lumpur Lapindo

Mengutip pemberitaan Kompas (30/5/2006), kejadian Lumpur Lapindo bermula dari temuan warga Desa Siring, kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang tinggal 150 meter dari lokasi.

Pada tanggal 29 Mei 2006 warga mengaku menemukan adanya gas yang mulai muncul sejak pukul 06.00 WIB.

Ternyata kemunculan lumpur dengan suhu 60 derajat celcius dan gas itu sudah menyembur sejak subuh, pukul 04.30 WIB.

Semburan lumpur tersebut ternyata tidak kunjung berhenti dan mulai mengganggu aktivitas warga di sekitar lokasi.

Luas wilayah yang tergenang lumpur juga terus bertambah dan menenggelamkan fasilitas umum, pemukiman, sawah, dan perkebunan milik warga.

Melansir pemberitaan Kompas.com pada (15/06/2016) diketahui semburan Lumpur Lapindo sejak 29 Mei 2006 memiliki volume 100.000-150.000 meter kubik per hari atau 12.500 truk tangki per hari.

Data Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) menyatakan bahwa volume semburan pada tahun 2016 mencapai 30.000–50.000 meter kubik per hari.

Lebih lanjut, hingga saat ini penyebab tragedi Lumpur Lapindo belum dapat dipastikan.

Namun terdapat beberapa perkiraan yang menjadi perbincangan masyarakat terkait hal ini.

Salah satunya adalah kesalahan prosedur pengeboran terkait pemasangan casing yang seharusnya dilakukan sehingga membuat runtuhnya dinding sumur sehingga lumpur menyembur ke luar dan tidak bisa dikendalikan (loss).

Namun hingga kini belum ditemukan penyebab pasti dari tragedi semburan lumpur panas ini.

Dampak Tragedi Lumpur Lapindo

Sejak 2006 hingga kini, semburan Lumpur Lapindo telah menggenangi 19 desa di Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Jabon, dan Kecamatan Porong dengan luas area terdampak diperkirakan mencapai 1.143,3 hektare.

Kejadian tersebut membuat lebih dari 10.426 unit rumah dan 77 rumah ibadah terendam lumpur, serta memaksa puluhan ribu jiwa mengungsi.

Para pengungsi ini juga mengalami krisis identitas karena KTP mereka tidak bisa digunakan karena desa tempat tinggalnya sudah hilang ditelan lumpur panas.

Dampak lumpur diketahui mengganggu operasional Jalan Tol Surabaya-Gempol, serta jalur kereta api Surabaya-Banyuwangi dan Surabaya-Malang.

Penanganan dan Ganti Rugi Lumpur Lapindo

Pemerintah mengambil tindakan dengan membangun tanggul di sekitar lokasi agar luasan lahan yang tertimbun lumpur tak terus meluas.

Proyek pembuatan tanggul dengan skala besar pun dilakukan dan walau beberapa kali tanggul tersebut jebol karena overtopping dan akibat cuaca di musim hujan.

Pemerintah juga sempat membentuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk melakukan berbagai tindakan dan penelitian sebagai usaha untuk menghentikan semburan lumpur.

Pada akhirnya usaha untuk menghentikan semburan lumpur dihentikan karena persentase keberhasilannya sangat kecil.

Hampir sepuluh tahun kemudian pada 2017 Kementerian PUPR membentuk Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) pasca pembubaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) berdasarkan Perpres No.21 Tahun 2017.

PPLS tidak hanya bekerja mengatasi dampak semburan lumpur dan menjaga kondisi tanggul, namun juga mengatasi dampak sosial kepada masyarakat sekitar.

Lebih lanjut, sampai saat ini pemerintah masih berupaya untuk menyelesaikan masalah terkait ganti rugi yang belum juga selesai.

“Harta Karun” Lumpur Lapindo

Pembahasan mengenai adanya “harta karun” dari Lumpur Lapindo berupa adanya kandungan logam tanah jarang belakangan ini mengemuka.

Melansir pemberitaan Kompas.com (24/01/2022), Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan adanya potensi kandungan logam tanah jarang (rare earth) pada Lumpur Lapindo.

Diketahui kandungan logam tanah jarang atau rare earth element (REE) juga pernah teridentifikasi di Sumatera, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa, totalnya 28 daerah.

"Kami juga melakukan kajian terhadap lumpur Sidoarjo yang ternyata juga diidentifikasi oleh Badan Litbang mengandung logam tanah jarang," kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono dalam jumpa pers, dikutip Antara, 20 Januari 2022.

Temuan logam tanah jarang atau rare earth element (REE) disebut sebagai “harta karun” karena unsur ini sangat berguna ketika dicampur dalam jumlah kecil dengan logam yang lebih umum seperti besi dan telah digunakan dalam berbagai jenis industri.

Menjadi harta karun karena logam tanah jarang atau rare earth element (REE) tidak pernah ditemukan dalam konsentrasi yang sangat tinggi.

Unsur ini biasanya ditemukan bercampur satu sama lain atau dengan unsur radioaktif, seperti uranium dan thorium sehingga sulit untuk dimurnikan.

Melansir laman Geology, logam tanah jarang atau rare earth element (REE)adalah 17 unsur kimia yang terjadi bersama-sama dalam tabel periodik, terletak di tengah tabel periodik (nomor atom 21, 39, dan 57-71).

Golongan logam tanah jarang atau rare earth element (REE) ini terdiri dari itrium dan 15 elemen lantanida yaitu lanthanum, cerium, praseodymium, neodymium, promethium, samarium, europium, gadolinium, terbium, disprosium, holmium, erbium, thulium, ytterbium, dan lutetium.

Sumber:
regional.kompas.com
kompas.com
pu.go.id 

https://surabaya.kompas.com/read/2022/01/26/205822478/lumpur-lapindo-penyebab-dampak-ganti-rugi-hingga-temuan-harta-karun-logam

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke