Salin Artikel

"Dulu Masih Ada 2 Kepala Keluarga, 5 Tahun Lalu Sudah Tidak Ada yang Tinggal di Kampung Itu"

Kampung itu dikenal sebagai kampung mati karena tak ada warga yang menempati permukiman itu. Kampung Sumbulan, begitu wilayah itu dikenal, sudah ditinggalkan warga sejak lima tahun lalu.

Kepala Desa Plalangan Ipin Herdianto menceritakan, terdapat empat rumah permanen yang masih layak huni di kampung seluas tiga hektare itu.

“Dahulu masih ada dua kepala keluarga. Tetapi, empat atau lima tahun lalu sudah tidak lagi yang tinggal di lingkungan tersebut,” kata Ipin, yang dihubungi Kompas.com, Kamis (4/3/2021).

Bekas pondok pesantren

Pada 1850, terdapat sebuah pondok pesantren yang berdiri di Kampung Sumbulan.

Mantan warga Kampung Sumbulan, Sumarno mengatakan, banyak warga yang datang menimba ilmu agama di kampung tersebut.

"Pondok itu didirikan sekitar tahun 1850-an oleh Nyai Murtadho," kata Sumarno yang merupakan anak seorang ulama dari Demak itu.

Warga yang menimba ilmu pun tak hanya dari sekitar wilayah itu, juga dari luar daerah.

Namun, pondok pesantren itu mulai sepi dikunjungi warga yang ingin menimba ilmu setelah Nyai Murtadho dan keluarganya meninggal.

Pada 2016, Kampung Sumbulan ditinggalkan seluruh warganya. Tak ada satu pun warga di kampung itu.

Menurut Sumarno, mayoritas warga Kampung Sumbulan pindah karena akses jalan yang sulit ke wilayah itu.


30 kepala keluarga

Kepala Desa Plalangan Ipin menambahkan, dulu terdapat 30 kepala keluarga yang tinggal di kampung tersebut. Kampung itu juga ramai dikunjungi warga yang hendak menimba ilmu agama.

Namun, warga mulai pindah mengikuti keluarga mereka yang berada di daerah lain.

Meski tak berpenghuni, masih ada masyarakat sekitar yang mengunjungi Kampung Sumbulan. Sebab, ada mushala tua yang masih berdiri dan dimanfaatkan warga untuk beribadah shalat zuhur dan ashar.

Rata-rata, warga yang memanfaatkan mushala itu adalah petani yang memiliki lahan di dekat Kampung Sumbulan.

“Mushala masih sering dipakai untuk beribadah. Dan selalu dibersihkan setiap hari,” kata Ipin.

Masih sering dikunjungi ahli waris

Ipin membantah alasan warga meninggalkan kampung itu karena masalah mistis. Menurutnya, setiap wilayah memiliki cerita mistis masing-masing.

Warga meninggalkan Kampung Sumbulan karena kondisinya sepi. Apalagi, banyak yang warga yang telah menikah dan memiliki rumah di daerah lain.

"Dulunya banyak penghuninya. Karena tempatnya tidak ramai ada yang sudah nikah ikut pasangannya. Kemudian, yang punya anak ikut anaknya," kata Ipin.

Sampai saat ini, belum ada satu pun keluarga yang ingin kembali ke kampung mati itu.

Apalagi, generasi penerus dari warga di kampung itu telah memiliki rumah sendiri di tempat lain.


Meski ditinggalkan, keluarga yang memiliki aset tanah dan rumah sesekali datang ke kampung mati.

Biasanya mereka menggelar acara peringatan hari wafatnya pendahulu yang meninggal di kampung tersebut.

Tolak dijadikan perumahan, hanya untuk pesantren

Meski ditinggalkan warga, para ahli waris dari pemilik rumah dan tanah di Kampung Sumbulan beberapa kali mendapat tawaran dari pengembang.

Para pengembang hendak menjadikan wilayah itu sebagai kompleks perumahan.

Namun, para ahli waris menolak tawaran itu. Mereka enggan kawasan itu dijadikan kompleks perumahan.

"Namun, bila dibeli untuk pembangunan pesantren ahli waris menerimanya," ujar Ipin.

Setelah viral di media sosial, banyak yang datang ke kampung mati karena penasaran. Meski area kampung mati luas, kepemilikan tanah hanya dikuasai beberapa ahli waris.

(KOMPAS.com - Penulis: Muhlis Al Alawi | Editor: Robertus Belarminus)

https://surabaya.kompas.com/read/2021/03/05/122702178/dulu-masih-ada-2-kepala-keluarga-5-tahun-lalu-sudah-tidak-ada-yang-tinggal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke