BANGKALAN, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai, hanya ada 5 persen bangunan sekolah aman di Indonesia.
Imbasnya, terjadi insiden seperti yang dialami santri Pondok Pesantren Al Khoziny. Bangunan mushala Ponpes tersebut ambruk saat para santri tengah shalat ashar.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, tragedi ambruknya mushala Al Khoziny bisa menjadi momen untuk mengoreksi seluruh bangunan pendidikan.
Apalagi, pasca-ambruknya bangunan mushala tiga lantai tersebut, pihaknya melihat ada bangunan lain yang harus mendapat perhatian.
"Jadi tidak hanya mushalanya ya, tapi juga kita harus perhatikan ada bangunan di sekitar mushala, yakni asrama dan ruang belajar. Ada ikatan beton yang menempel di bagian belakang ruang belajar dan asrama," ujarnya, Senin (13/10/2025).
"Peristiwa kemarin itu bukan bencana namun kegagalan tekhnologi dan struktur," kata dia.
Baca juga: Daftar 55 Nama Korban Ponpes Al Khoziny Sidoarjo yang Teridentifikasi
Ia juga mengatakan, tragedi ambruknya Al Khoziny bisa menjadi kesadaran bersama untuk lebih memperhatikan kualitas struktur bangunan.
Seluruh lembaga seharusnya bisa membangun fasilitas pendidikan tahan gempa sebelum peristiwa terjadi.
"Namun faktanya, 42.000 pesantren di Indonesia ini belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan hanya 5 persen bangunan sekolah yang berstatus aman dari total keseluruhan 496.576 sekolah," ujar dia.
Ia juga menyoroti adanya budaya gotong royong para santri untuk membantu membangun fasilitas pendidikan di pesantren.
"Budaya gotong royong tersebut bukanlah pada proporsi yang tepat," kata dia.
"Ketika kita bicara membangun infrastruktur, maka pengetahuan struktur kemampuan membangun yang benar mutlak untuk diterapkan karena bisa berakibat fatal jika tidak diterapkan," ucap dia.
Baca juga: Haikal Sempat Rekam Lantunan Zikir Sebelum ke Ponpes Al Khoziny, Ayah: Semoga Jadi Amal Jariyah
Menurutnya, langkah audit yang dilakukan presiden untuk semua sekolah cukup tepat. Sebab, fasilitas sekolah seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa.
Selain itu, pihaknya mendorong agar pemerintah bisa membuat regulasi bangunan aman bencana untuk diterapkan di seluruh bangunan, terutama di fasilitas pendidikan.
"Kami mengusulkan, harus ada regulasi secara nasional. Memang prosesnya panjang mulai dari perencanaan, penyiapan sumber daya manusia, audit dan pelaksanaan di daerah. Maka harus ada kebijakan anggaran untuk mampu melakukan penguatan bangunan," ujar Abdul Muhari.
Penguatan bangunan fasilitas pendidikan tersebut, menurutnya, perlu dilakukan segera dengan dukungan anggaran dari pemerintah.
"Juga dibutuhkan payung regulasi untuk project dengan kebutuhan financial besar dan lintas tahun dan harus menjamin proses bisa berjalan," ucap dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang