JEMBER, KOMPAS.com - Petani tebu di Kabupaten Jember, Jawa Timur terancam rugi lantaran 10 ton gulanya tak laku.
Hampir tiga bulan, 10 ton gula petani tertimbun di gudang Pabrik Gula (PG) Semboro.
Menejer Keuangan dan Umum PG Semboro, Diputra Risman mengatakan bahwa penjualan gula petani harus melalui proses lelang dulu.
"Setiap lelang itu tidak dibeli oleh pedagang," ujarnya, Selasa (26/8/2025).
Tak ada pedagang yang mau membeli gula-gula tersebut dalam lelang yang dilaksanakan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
Baca juga: 6.000 Ton Gula Menumpuk Tak Laku, Petani di Madiun Menjerit
Ketua APTRI PG Semboro, Sutrisno menilai bahwa banjirnya gula rafinasi impor di tengah masyarakat jadi akar masalahnya.
Harganya pun lebih murah.
Akhirnya, pada saat lelang gula, para pedagang keberatan atas harga acuan pemerintah (HAP) Rp 14.500. Sementara itu, petani enggan gulanya dibeli dengan harga di bawah itu.
"Pedagang tak ada yang berani nawar, katanya kalau beli, rugi, mau jual ke mana. Karena memang di pasar terdapat gula rafinasi beredar," ucapnya.
Ia yakin bahwa peredaran gula impor itu bisa menghancurkan harga gula lokal.
Padahal, menurutnya, gula rafinasi impor seharusnya tak boleh masuk.
Namun, semua kembali pada kebijakan pemerintah. "Kalau gula rafinasi tidak masuk, baru laku gula Indonesia," kata Sutris.
Baca juga: Gula Petani Bakal Diserap Danantara, Tak Boleh Dijual di Bawah Rp 14.500/Kg
Bila gula yang tertimbun masih lebih lama lagi, ia menilai petani bisa rugi.
Jika gula tak laku, maka tak ada keuntungan, apalagi modal kembali.
Tak ada pilihan agar bisa tetap menggarap lahan, sehingga para petani akhirnya mengambil utang ke bank.
Masalah lain adalah hubungan kerja sama antara petani tebu dengan PG Semboro berdasarkan bagi hasil penjualan lewat lelang.
"70 persen masuk ke petani, 30 persen untuk pabrik gulanya," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang