MALANG, KOMPAS.com - Dua proses hukum yang saling berhadapan antara dokter berinisial AY dan mantan pasiennya, QAR, yakni kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta kekerasan seksual tengah menjadi sorotan publik.
Hal ini karena dua kasus tersebut saling berjalan meski melibatkan pihak-pihak yang sama.
Pakar hukum pidana dari Universitas Brawijaya (UB), Prija Djatmika, menjelaskan, korban dugaan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) tidak memiliki imunitas hukum untuk menyebarluaskan identitas terduga pelaku.
Hal ini sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Prija mengatakan, tindakan QAR mengunggah foto dokter AY tanpa sensor di media sosial, saat status hukumnya masih sebagai terduga pelaku, dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik.
"Ketika belum ada penetapan tersangka yang kuat, apalagi putusan pengadilan, korban yang mengunggah foto, nama, dan identitas lengkap terduga pelaku jelas merupakan pencemaran nama baik. Itu bukan haknya," ujar Prija, Rabu (13/8/2025).
Baca juga: Korban Dugaan Pelecehan Diperiksa atas Laporan Dokter Malang, Pengacara: Ini Bentuk Pembungkaman
Menurutnya, kedua perkara dalam laporan dugaan pelecehan seksual oleh QAR dan laporan pencemaran nama baik oleh dokter AY dapat terus diproses secara hukum.
Status dokter AY yang telah menjadi tersangka dalam kasus pelecehan seksual tidak secara otomatis memberikan hak kepada QAR untuk mempublikasikan identitasnya.
Meskipun Undang-Undang ITE yang baru yakni UU Nomor 1 Tahun 2024 pada Pasal 27A memberikan pengecualian bahwa suatu unggahan tidak dianggap pencemaran jika dilakukan "demi kepentingan umum atau pembelaan diri", Prija menekankan bahwa aturan hukum tersebut belum dapat diterapkan dalam kasus ini.
"Pengecualian itu merujuk pada Pasal 310 ayat 3 KUHP. Namun, ini belum bisa dianggap pembelaan diri karena tuduhan terhadap terduga pelaku belum terbukti secara sah di pengadilan," paparnya.
Baca juga: Meski Dokter AY Jadi Tersangka Pelecehan Pasien tapi Belum Juga Ditahan, Ini Penjelasan Polisi
Menurutnya, pengecualian tersebut baru bisa berlaku jika putusan pengadilan telah menyatakan dokter AY terbukti bersalah melakukan TPKS.
Jika itu terjadi, maka perkara pencemaran nama baik yang dilaporkan terhadap QAR dapat dihentikan.
"Kalau kemudian ternyata putusan pengadilan mengatakan pelaku tindak pidana kekerasan seksual terbukti, mungkin perkaranya korban yang mengupload itu bisa berhenti karena demi kepentingan umum," jelasnya.
Baca juga: Oknum Dokter AY Resmi Ditetapkan Tersangka Kasus Dugaan Pelecehan Seksual terhadap Pasiennya
Prija menegaskan pentingnya menghormati asas praduga tak bersalah.
Bahkan dalam proses persidangan sekalipun, identitas terdakwa kasus kekerasan seksual sering kali disajikan dalam bentuk inisial untuk melindungi dari penghakiman publik atau trial by the press.
"Publikasi identitas secara penuh baru dibenarkan setelah ada vonis bersalah yang sudah inkrah. Sebelum itu, siapa pun yang menyebarluaskan identitas terduga pelaku dapat dijerat dengan pasal pencemaran nama baik," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang