Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gundahnya Pemahat Ukiran Bali di Banyuwangi, Kesulitan Regenerasi

Kompas.com, 17 Maret 2025, 09:36 WIB
Fitri Anggiawati,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Seorang pria duduk di teras Bale Banjar Ramayana yang ada di Dusun Patoman Tengah, Desa Patoman, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur.

Tanpa sepatah kata yang terucap dan raut muka yang serius, pria tersebut memusatkan perhatiannya kepada selembar karton yang tengah dipahatnya dengan pola-pola khas ukiran Bali.

Ia adalah Kayan Eka Mahardika, seorang pemahat ukiran Bali yang merupakan warga asli desa setempat.

Dia tengah membuat ukiran untuk persiapan perayaan ogoh-ogoh yang akan digelar sehari sebelum Nyepi yang jatuh pada 29 Maret mendatang.

“Saya mulai menekuni pahat ukiran Bali sekitar tahun 2002-2003 saat saya baru lulus SMP,” kata Kayan, Minggu (16/3/2025) kemarin.

Baca juga: Mengenal Ukiran Bali: Bahan, Ciri-ciri, dan Motif

Pria berusia 38 tahun itu menceritakan bagaimana perjuangannya menggeluti bidang tersebut.

Setelah lulus SMP, dia meninggalkan Banyuwangi untuk pergi ke Bali mempelajari ukiran khas Pulau Dewata.

Keputusan tersebut diambil karena ia merasa menemukan passion-nya yang menyukai bidang tersebut. Sejak kecil dia mengaku telah melihat dan tertarik pada ukiran khas Bali.

“Ingin bisa ngukir karena dari kecil sering lihat tukang dari Bali bangun (mengukir hiasan) Pura,” tutur Kayan.

Dia dengan telaten mempelajari seluruh hal yang dibutuhkan, mulai dari menghafal nama alat, membuat pola dan sketsa, hingga mengatur emosi yang akan sangat memengaruhi hasil karyanya.

Hasilnya, ia kini mampu memproduksi berbagai karya dari berbagai media, mulai dari kertas, kayu, hingga kulit sapi, seperti wayang dan barong yang mana selain bernilai ekonomi, juga mempertahankan warisan budaya leluhur.

Sulit regenerasi

Namun kini, Kayan dihadapkan pada fakta bahwa dia adalah satu-satunya pengukir Bali yang tersisa di Banyuwangi, dan dia kesulitan untuk melakukan regenerasi.

“Ukiran jenis lain mungkin banyak, tapi ukiran Bali hanya saya dan belum ada regenerasi di bawah saya,” ungkap Kayan.

Baca juga: Mengenal Mamukur, Tradisi Bali yang Diikuti Mahalini dan Rizky Febian

Menurut dia, berbagai hal memengaruhi, salah satunya pola pikir yang berbeda.

Anak muda saat ini disebutnya ingin mendapatkan penghasilan yang instan, sementara ukiran Bali disebutnya membutuhkan ketekunan.

Butuh proses belajar yang perlu dilakukan bertahun-tahun, dilanjutkan dengan proses lainnya, seperti mengenal alat, mengembangkan kreativitas pola ukiran, hingga akhirnya menelurkan karya.

Ke depan, kepada generasi muda, dia berharap kelak pemahat ukiran Bali di Banyuwangi akan mampu segera melakukan regenerasi.

“Saya ingin generasi di bawah jangan meninggalkan kesenian budaya. Bahkan (pahat) ini pun bisa menjadi sumber penghasilan lho,” kata Kayan mengingatkan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
33 Lembaga Zakat Jatim Kirim 103 Ton Bantuan ke Bencana Sumatera
33 Lembaga Zakat Jatim Kirim 103 Ton Bantuan ke Bencana Sumatera
Surabaya
Ditanya Maraknya Tambang Ilegal di Bangkalan, Khofifah Enggan Komentar
Ditanya Maraknya Tambang Ilegal di Bangkalan, Khofifah Enggan Komentar
Surabaya
Dua Atlet Nasional yang Menapaki Jalan Baru Lewat Pendidikan di Surabaya
Dua Atlet Nasional yang Menapaki Jalan Baru Lewat Pendidikan di Surabaya
Surabaya
Perjuangan Desi, Jualan Lumut Sambil Momong Anak demi Kebutuhan Keluarga
Perjuangan Desi, Jualan Lumut Sambil Momong Anak demi Kebutuhan Keluarga
Surabaya
Kuasa Hukum: Korban Pencabulan Sempat Akan Akhiri Hidup, Namun Justru Diintimidasi Ponpes
Kuasa Hukum: Korban Pencabulan Sempat Akan Akhiri Hidup, Namun Justru Diintimidasi Ponpes
Surabaya
Kapolres Pacitan Ungkap Asal Uang Kakek Tarman yang Bagikan Rp 100.000 ke Tiap Tamu Saat Resepsi
Kapolres Pacitan Ungkap Asal Uang Kakek Tarman yang Bagikan Rp 100.000 ke Tiap Tamu Saat Resepsi
Surabaya
Upaya Mitigasi, BPBD Surabaya Edukasi Warga Terkait Bencana
Upaya Mitigasi, BPBD Surabaya Edukasi Warga Terkait Bencana
Surabaya
Muhaimin Iskandar Masukkan Kurikulum Kemandirian untuk Santri di Ponpes agar Siap Kerja
Muhaimin Iskandar Masukkan Kurikulum Kemandirian untuk Santri di Ponpes agar Siap Kerja
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Bangun Fasilitas di Lapangan Karanggayam, Termasuk Kolam Air Panas-Dingin
Pemkot Surabaya Bakal Bangun Fasilitas di Lapangan Karanggayam, Termasuk Kolam Air Panas-Dingin
Surabaya
2 Rumah Pompa Dioperasikan, Jalan Raya Porong Lama Sidoarjo Masih Ditutup Akibat Banjir
2 Rumah Pompa Dioperasikan, Jalan Raya Porong Lama Sidoarjo Masih Ditutup Akibat Banjir
Surabaya
Cekcok dengan Teman, Pemuda di Malang Tewas Ditusuk Sajam
Cekcok dengan Teman, Pemuda di Malang Tewas Ditusuk Sajam
Surabaya
Pengakuan Terduga Pencuri yang Bacok Aiptu Kurniawan di Lumajang
Pengakuan Terduga Pencuri yang Bacok Aiptu Kurniawan di Lumajang
Surabaya
Di Tengah Gegap Gempita Laga, Suporter Persewangi Kumpulkan Donasi untuk Bencana Sumatera
Di Tengah Gegap Gempita Laga, Suporter Persewangi Kumpulkan Donasi untuk Bencana Sumatera
Surabaya
Hasil Uji Lab, Keracunan Massal di Ngawi akibat Bakteri Nitrit di Menu MBG Sayur Acar
Hasil Uji Lab, Keracunan Massal di Ngawi akibat Bakteri Nitrit di Menu MBG Sayur Acar
Surabaya
Pembangunan Lapas 'Smart Prison' di Kota Pasuruan Sudah 75 Persen, Rampung 2026
Pembangunan Lapas "Smart Prison" di Kota Pasuruan Sudah 75 Persen, Rampung 2026
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau