JEMBER, KOMPAS.com - Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut 03, Tri Rismaharini, menyapa puluhan Gen Z di salah satu kafe di Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, pada Jumat (25/10/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Risma meminta maaf karena terlambat dan mengajak Gen Z untuk langsung bertanya mengenai berbagai masalah yang mereka hadapi.
Beberapa isu yang diangkat meliputi nasib guru honorer, keluhan tentang jalan rusak milik provinsi, hingga masalah jalan tol yang tidak melewati Jember.
Baca juga: Keluhan Gen-Z soal Lapangan Kerja, Risma Beri Solusi Kreatif
Risma menegaskan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkannya selalu didasarkan pada perhitungan perinci mengenai dampaknya.
“Kalau jalan rusak, saya tidak menunggu orang jatuh dulu baru diperbaiki,” ungkap Risma saat menjawab pertanyaan dari Gen Z.
Ia menambahkan bahwa kebijakan yang diterapkannya bertujuan untuk meminimalisir dampak kerugian yang dialami warga.
Dalam kesempatan itu, Risma juga mengkritisi kebijakan tarif jalan tol yang dianggapnya terlalu mahal.
“Itu kan investasi, jadi dia harus rate of return, pengembaliannya juga harus ada, mereka juga harus bayar bunga bank dan lain sebagainya,” tuturnya.
Risma mengungkapkan bahwa mahalnya tarif angkutan membuat para sopir truk angkutan barang kesulitan untuk membayar tol. Akibatnya, mereka terpaksa memilih jalur non-tol untuk mengantarkan barang.
“Tetapi masalahnya itu sangat berbahaya karena di situ ada motor, ada becak, ada orang jalan, dan angkutan pribadi atau mobil,” jelasnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Risma menawarkan solusi dengan membangun jalan yang memisahkan antara angkutan barang dan angkutan penumpang.
“Saya juga melihat jalur lintas selatan (JLS) lebih panjang, terutama kalau sopir truk dan bus harus menghitung BBM-nya, mungkin pribadi tidak terlalu,” papar Risma.
Jika terpilih menjadi gubernur, dia berjanji akan melakukan tinjauan untuk menempuh jalur yang lebih pendek. Meskipun harus menggunakan teknologi, seperti membangun terowongan di kawasan gunung.
“Terowongan, menembus gunung. Itu sudah biasa di luar negeri, sudah banyak dilakukan di luar negeri. Sekarang kan berputar karena menghindari itu (gunung). Tapi kalau bisa nimbus, jalurnya mungkin lebih pendek, lebih cepat,” terang Risma.
Namun, ia menambahkan bahwa proyek tersebut membutuhkan teknologi dan biaya yang lebih besar. Meskipun demikian, hal itu tetap dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat.
“Untuk kesejahteraan masyarakat, kalau lebih cepat pasti akan lebih hemat,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang