BANGKALAN, KOMPAS.com - Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, berunjuk rasa di depan kantor DPRD, Jumat (23/8/2024).
Aksi ini dalam rangka mendukung putusan Mahkamah Konstitusi serta menolak rencana DPR untuk merevisi Undang-Undang Pilkada.
Unjuk rasa diwarnai kericuhan antara mahasiswa dan polisi. Mahasiswa mendesak polisi agar mereka diberikan akses untuk berorasi di depan pintu Kantor DPRD Bangkalan.
Mahasiswa lalu berhasil menerobos barikade polisi dan masuk ke depan pintu Kantor DPRD Bangkalan.
Baca juga: Kawal Putusan MK, Mahasiswa Geruduk Gedung DPRD Buleleng
Sebelum berorasi, mahasiswa membakar ban bekas yang menyebabkan kondisi ruang lobi kantor DPRD Bangkalan gelap.
Kordinator lapangan aksi, Muhammad Rosid mengatakan, anggota DPRD Bangkalan jangan diam melihat perkembangan politik saat ini.
Penjagalan demokrasi sedang dipertontonkan DPR RI dengan upaya merevisi Undang-undang Pilkada, setelah MK mengeluarkan keputusan tentang ambang batas pencalonan gubernur dan wakil gubernur serta usia calon gubernur dan wakil gubernur.
"Wakil rakyat di Bangkalan jangan tidur. Demokrasi hari ini sedang dalam ancaman. Dalam waktu singkat, DPR akan merevisi Undang-undang Pilkada dengan melawan putusan MK," kata Muhammad Rosid.
Rosid menambahkan, jika upaya politik DPR melalui Badan Legislasi dibiarkan, maka pengesahan Undang-undang Pilkada bisa dilakukan secara diam-diam. Dampaknya, ada pembangkangan konstitusi yang dilakukan DPR.
Baca juga: Kawal Putusan MK, Aliansi Banyuwangi Menggugat Bawa Dupa dan Kembang
"Pembatalan sidang paripurna pengesahan Undang-undang Pilkada kemarin itu hanya akal-akalan politikus Senayan."
"Kami mendesak DPRD Bangkalan menyatakan sikap penolakan seperti yang disuarakan rakyat dan mahasiswa," imbuh Rosid.
Anggota DPRD Bangkalan, Fathur Rosi saat menemui mahasiswa mengatakan, proses rapat di Baleg DPR RI tidak sah dan dinilai inkonstitusional.
Menurut dia, tahapan yang harus dilakukan sebelum rapat tersebut yakni melalui Badan Musyawarah (Bamus).
"Apa yang ada di Baleg harus tertuang di Bamus. Baleg harus memberikan naskah ke seluruh fraksi. Kami menilai, Baleg melaksanakan rapat inkonstitusional," terangnya.
Rosi juga menyetujui seluruh aspirasi yang disampaikan mahasiswa. Anggota dewan juga mengaku akan mengawal pembatalan revisi Undang-Undang Pilkada hingga dilakukan pengesahan pembatalan.
Baca juga: Terkena Batu Saat Demo Kawal Putusan MK, Mahasiswa Unibba Harus Operasi Mata
"Suara kami dengan mahasiswa sama. Sama mengawal putusan MK dan menolak pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada," ungkap Rosi.
Ada pun putusan MK berkaitan syarat pencalonan kepala daerah di Pilkada 2024, tertuang dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, di mana ambang batas pencalonan gubernur dan calon wakil gubernur harus berusia 30 tahun saat penetapan calon.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang