KOMPAS.com - Rumah Misto (64) di Dusun Sukodono, Desa Tirtoyudo, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang ramai, saat Kompas.com menyambanginya, Kamis (16/5/2024) sore.
Saudara dan tetangganya datang untuk melepas Misto berangkat ke tanah suci. Ia akan pergi pada Jumat (17/5/2024) pagi.
Kulum senyum dan raut wajah senang tampak di wajah Misto. Hari yang dinanti sejak tahun 2011 untuk melaksanakan ibadah haji telah tiba.
Bagi Misto, menunaikan ibadah haji adalah anugerah yang luar biasa.
"Sebab, sebagai seorang yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek, secara logika manusia, bisa naik haji bisa dibilang mustahil," ungkapnya saat ditemui.
Namun, berkat kegigihan dan konsitensinya menabung dari hasil ojek sejak 1998, akhirnya ia bisa menjalankan rukun kelima Islam.
Misto mengatakan, sejak tahun 1998 ia menyisihkan uang senilai Rp 5.000 hingga Rp 20.000 untuk ditabung. Akhirnya biaya terkumpul dan ia mendaftar haji pada 2011.
"Pokoknya seadanya, hasil dari ojek saya berikan ke istri untuk kebutuhan sehari-hari. Kemudian sisanya saya tabung," jelasnya.
Sehari-hari, selepas shalat subuh Misto berangkat ke Pasar Tirtoyudo untuk mengantar orang yang pergi ke pasar.
Baca juga: Cerita Nenek Hasinah, Guru Ngaji yang Kumpulkan Uang di Bawah Bantal untuk Naik Haji
"Tidak hanya orang, saya juga mengantar barang, seperti daging dan dagangan orang yang berjualan di pasar," jelasnya.
Dalam sehari, ia bisa membawa hasil ojeknya berkisar Rp 50.000. Rutinitas itu ia lakukan sampai pukul 12.00 WIB.
"Setelah shalat dzuhur saya bekerja lagi bertani. Dari hasil tani ini juga lah biaya untuk berangkat haji ini tercukupi," terangnya.
"Saya bertani kopi sedikit di belakang rumah. Saya kerjakan dan rawat sendiri," imbuhnya.
Sebelum bekerja sebagai tukang ojek dan bertani, pada tahun 1990 ia pernah merantau ke Kota Malang, bekerja sebagai tukang becak untuk mencukupi kebutuhan ekonominya.
Ia melakoni pekerjaan sebagai tukang becak itu selama kurang lebih 4 tahun.