PAMEKASAN, KOMPAS.com - Memasuki malam ke-21 Ramadhan, warga di Madura, Jawa Timur, memiliki tradisi berbagi dan makan jajanan khas Madura, yakni kue serabi.
Kue ini dibuat dari bahan-bahan tradisional seperti tepung beras, tepung terigu, parutan kelapa, gula dan sedikit garam.
Bahan-bahan tersebut, diaduk dan dibiarkan selama 15 menit sebelum dimasak.
Untuk memasaknya, adonan dimasukkan ke cetakan yang terbuat dari tanah liat. Cetakan itu kemudian dimasak di atas tungku yang sudah diisi arang. Kue diangkat dari cetakan setelah matang.
Baca juga: Malam Pasang Lampu, Tradisi Warga Gorontalo di Penghujung Ramadhan
Tanda kue Serabi sudah matang jika terlihat bagian bawahnya seperti gosong.
Anna Shofiana, warga Desa Tentenan Timur, Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan, menjelaskan, tradisi makan dan berbagi kue Serabi di malam 21 Ramadhan menjadi tradisi yang turun temurun dari para leluhur.
Biasanya, kue serabi diantarkan ke rumah-rumah warga sebelum berbuka puasa. Serabi menjadi menu tambahan makanan untuk berbuka.
Warga yang menerima pemberian kue serabi akan membalasnya dengan memberikan kue yang sama kepada warga lainnya.
"Ada pula warga yang membawa kue serabi ke rumah kiai kampung sebagai sedekahan bagi keluarganya yang sudah meninggal," kata Anna Shofiana, Minggu (31/3/2024).
Salah satu kiai kampung, Mohammad Hafiduddin, mengatakan, tradisi makan kue serabi di malam 21 Ramadhan sebagai bentuk peringatan kepada umat Islam bahwa Ramadhan akan segera berakhir.
"Karena Ramadhan akan berakhir, maka umat Islam memperbanyak sedekah kepada orang lain, terutama di malam-malam ganjil dari 10 terakhir Ramadhan," terang Kiai Hafiduddin.
Kiai Hafi menambahkan, malam-malam ganjil di 10 terakhir Ramadhan identik dengan Lailatul Qadar. Seperti malam 21, malam 23, malam 25 dan malam 27 Ramadhan.
"Siapa berbuat kebaikan di malam-malam ganjil dan bertepatan dengan Lailatul Qadar, maka pahalanya sangat besar, seperti bersedekah 1.000 bulan lamanya," ungkapnya.
Kue serabi yang disedekahkan kepada kiai kampung dimakan bersama-sama di masjid atau mushala setelah shalat tarawih berjemaah.
Mengenai jenis kue serabi yang dibuat sedekah, menurut Kiai Hafi, sejarahnya berasal dari zaman kerajaan Mataram Islam abad ke-18. Saat itu, raja-raja Islam menjadikan kue serabi sebagai salah satu sesaji bagi para arwah leluhur mereka yang sudah meninggal dunia.
Baca juga: Pererat Tali Silaturahmi dan Kepedulian Masyarakat, Bupati Siak Apresiasi Program Ramadhan PT IKPP
"Kalau dulu kue serabi jadi bahan sesajian dalam selamat Ruwah atau arwah orang yang sudah meninggal. Sekarang ruwahan pakai kue serabi masih ada yang mempertanyakan," tuturnya.
Seiring perkembangan zaman, orang sedekah menggunakan kue serabi sudah tergeser dengan kehadiran kue-kue baru. Namun, kurang afdal tanpa adanya kue serabi.
"Saya sarankan kepada masyarakat, kalau kue serabi jangan sampai hilang karena warisan leluhur. Namun juga perlu adanya kue baru yang menggugah selera orang dalam menjalankan puasa Ramadhan," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.