LUMAJANG, KOMPAS.com - Suasana pagi di Jembatan Limpas, Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, tampak sibuk pada Senin, 3 Desember 2025.
Anak-anak dengan seragam merah lengkap dengan tas dan sepatu hitam harus berjuang mengarungi aliran banjir lahar untuk bisa pergi ke sekolah.
Akses satu-satunya, jembatan Limpas yang menghubungkan Dusun Sumberlangsep dan Sumberkajar, terputus akibat banjir lahar hujan Gunung Semeru pada Rabu, 3 Desember 2025.
Para siswa pun terpaksa digendong orang tuanya menyusuri derasnya aliran Sungai Regoyo agar bisa sampai sekolahnya.
Baca juga: Banjir Lahar Gunung Semeru Kembali Terjang Permukiman
Namun, kondisi seperti ini, sudah dirasakan para siswa bertahun-tahun. Setiap kali banjir lahar hujan terjadi, maka keesokan harinya dipastikan harus menempuh jalur sulit dan digendong orang tua untuk sekolah.
Para siswa tidak punya pilihan lain. Apabila tidak memaksa menerjang derasnya banjir lahar, mereka akan ketinggalan pelajaran di sekolah.
Padahal, pekan depan, para siswa sekolah dasar (SD) akan melaksanakan ujian akhir semester pertama.
"Ini mungkin karena anak-anak mempunyai semangat belajar dan tidak mau ketinggalan pelajaran, karena sebentar lagi mau ujian. Kondisi jembatan Limpas sudah tertimbun material vulkanik sisa erupsi, jadi jembatan itu sudah tidak ada," kata Ely Erliawati, guru SDN 3 Jugosari, Kamis (4/12/2025).
Baca juga: 3 Pemuda Lumajang Mandi di Sungai Regoyo Saat Banjir Lahar, Berakhir Minta Maaf
Parnito, salah satu warga mengatakan, sejak erupsi Gunung Semeru terjadi pada 19 November 2025, hampir setiap hari saat putranya sekolah, ia harus berada di pinggir sungi untuk menggendongnya menyebrang.
"Tidak ada jalan lagi, harus lewat sungai, ini yang paling aman. Kalau enggak begitu, anak-anak tidak bisa sekolah," kata Parnito.
Tugas para orang tua di Sumberlangsep ini tidak selesai sampai di situ. Nanti, saat jam pulang sekolah, mereka juga harus bersiap di pinggir sungai menjemput anak masing-masing.
Perjalanan pulang akan ditempuh dengan cara yang sama, melintasi aliran lahar dan menantang bahaya.
"Nanti pulangnya jemput, semoga tidak banjir dulu karena sekarang sudah mendung," ujar Taufik, warga lainnya.
Baca juga: 3 Dusun di Lumajang Terisolir Imbas Banjir Lahar, Masa Tanggap Darurat Diminta Diperpanjang
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang