SUMENEP, KOMPAS.com – Seperti hari-hari sebelumnya, Abdul Rohim membuka toko kelontong yang dijaganya sejak pagi hari. Selanjutnya, pria ini berdiam di sana sambil menunggu pembeli datang.
Bagi kebanyakan orang, pemandangan itu berjalan seolah seperti biasanya. Namun tidak bagi Rohim.
Penjaga toko kelontong di Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur itu merasa omzet dagangannya kini menurun dari hari-hari lampau.
Lantas, Rohim yang sehari-hari menghabiskan waktu dengan menyerap informasi dari media sosial, merasa penurunan daya beli mulai terasa sejak Pemerintah memberlakukan kebijakan efisiensi anggaran.
Dia menduga, masyarakat kini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang untuk kebutuhan sehari-hari.
Baca juga: 1 Tahun Prabowo-Gibran: Efisiensi Anggaran Incar Penghematan Rp 306 Triliun yang Tuai Pro Kontra
Rohim meyakini, adalah keadaan yang amat wajar bahwa ketika pendapatan rumah tangga menurun, maka warga pun akan mengurangi belanja harian.
Akibatnya, seperti apa yang dia rasakan sekarang, pembelian di tokonya tidak seramai sebelumnya.
Bahkan, tak hanya itu, Rohim pun mengaku harus melakukan penghematan bersama keluarganya. “Kami sekarang beli seperlunya saja,” kata Rohim yang ditemui di lapaknya, Kamis (17/10/2025).
Hal senada disampaikan Sutiya, seorang pembeli di toko kelontong Rohim. Sutiya mengatakan, penghematan menjadi pilihan agar kebutuhan tetap terpenuhi di tengah kondisi ekonomi yang tak menentu.
Beberapa kebutuhan rumah tangga mulai dikurangi, terutama yang dianggap tidak mendesak. “Iya benar, beli yang perlu-perlu saja,” timpal Sutiya singkat.
Baca juga: 1 Tahun Prabowo-Gibran: Efisiensi Anggaran Dinilai Perlu Arah Baru
Tak hanya pedagang kelontong. Imbas pun sepertinya terasa hingga sektor perhotelan.
Marketing Hotel C1 Sumenep Kuntoro menyebut, semenjak kebijakan efisiensi anggaran sekitar setahun lalu, tingkat hunian hotel saat ini turun. D
ulu, seingat Mas Kun -demikian sapaan akrabnya, sempat ada aturan yang melarang instansi pemerintah menggelar seminar atau rapat di hotel demi efisiensi. Aturan itu menjadi pukulan telak bagi perhotelan.
Meski kebijakan tersebut kemudian dicabut, kondisi belum kembali normal. Menurut dia, kelonggaran itu tidak berpengaruh besar karena anggaran dinas atau OPD tetap dipangkas.
"Jadi meski sudah boleh (Dinas) kegiatan di hotel, tapi kalau dinasnya efisiensi, kan sama saja," ujar Kuntoro.
Selama ini, Hotel C1 banyak mengandalkan tamu dari pegawai luar kota yang melakukan perjalanan dinas ke Sumenep. Namun jumlah tamu kini jauh dari harapan.
Baca juga: TKD 2026 Turun Rp 218 Miliar, Pemkot Solo Efisiensi Anggaran Operasional
Kuntoro menyebut, dulu lebih dari 30 kamar bisa terisi setiap hari. Kini, untuk mencapai 11 kamar terisi saja sudah sangat sulit. "Harapannya, ada kebijakan agar usaha kami ini bisa bertahan," kata dia.
Hal senada disampaikan Pembina Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumenep, Yusuf Ismail.
Menurut dia, pencabutan aturan yang melarang rapat dan seminar digelar di hotel sempat membawa harapan.
Namun, Bang Ucup -sapaan akrabnya, menilai kondisi belum sepenuhnya pulih. Sebab OPD atau dinas belum banyak mengambil inisiatif menggelar kegiatan di hotel, karena anggaran mereka ikut terdampak efisiensi.
"Tapi kan sekarang di internal OPD, dinasnya, juga ada efisiensi," ungkap dia.
Baca juga: Tunjangan ASN Kaltim Capai Rp 99 Juta, Jadi Sorotan di Tengah Efisiensi Anggaran
Yusuf mengaku sempat berharap pada banyaknya event di Kabupaten Sumenep yang mencapai ratusan dalam setahun.
Hanya saja, event-event tersebut belum sepenuhnya mampu mengangkat tingkat okupansi hotel dan restoran.
Menurut dia, sebagian besar event masih berskala lokal, sehingga tidak banyak menghadirkan tamu dari luar daerah. “Kalau event-nya lokal, dampaknya kecil bagi hotel,” tambah dia.
Ketua Komisi I DPRD Sumenep, Jawa Timur, Darul Hasyim Fath. Menurut dia, langkah ini menunjukkan keinginan kuat Pemerintah untuk membuat keuangan negara lebih sehat dan tepat sasaran.
"Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah pusat harus di pandang sebagai langkah integratif menata fiskal di daerah," kata Darul.
Baca juga: Di Tengah Efisiensi Anggaran, Angka Kemiskinan di Luwu Turun 0,73 Persen
Efisiensi, menurut Darul, bukan berarti memangkas hak pegawai, melainkan memastikan anggaran tidak habis hanya untuk birokrasi.
Setiap rupiah harus memiliki manfaat nyata dan terukur bagi publik. Di antaranya, belanja kerakyatan harus mendapat porsi lebih besar dalam perencanaan anggaran daerah.
Darul mengingatkan, efisiensi baru bermakna jika anggaran mampu menghadirkan keadilan dan keberpihakan. Tanpa itu, kata dia efisiensi hanya akan menjadi slogan tanpa membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang