MADIUN, KOMPAS,com - Meski menjadi salah satu lumbung gula, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, tidak mendapatkan jatah pupuk ZA bersubsidi dari Kementerian Pertanian.
Kondisi itu mengakibatkan petani tebu menjerit. Petani tebu terpaksa membeli pupuk ZA nonsubsidi dengan harga empat kali lipat.
Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Timur, Suharno yang dikonfirmasi Kompas.com, Senin (6/10/2025) di Madiun menyatakan keprihatinannya tidak masukknya Kabupaten Madiun sebagai daerah penerima pupuk ZA bersubsidi dari Kementan RI.
Baca juga: Iptu BS Jadi Pengedar Narkoba di Madiun, Penyidik Kejar Jejaringnya
Padahal, dalam Keputusan Menteri Nomor 800 Tahun 2025 tentang Jenis, Harga Eceran Tertinggi dan Alokasi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun 2025, Jawa Timur mendapatkan alokasi pupuk ZA subsidi tertinggi di Indonesia yakni sebanyak 63.713 ton.
“Sebenarnya pupuk ZA ini sangat menguntungkan petani tebu karena akan menjadikan rendemen tebu menjadi tinggi. Dengan demikian, petani tebu dapat membantu pemerintah mewujudkan swasembada gula. Tetapi kami mendapatkan informasi petani tebu di Kabupaten Madiun malah tidak mendapatkan kuota pupuk ZA bersubsidi tahun ini,” kata Suharno.
Baca juga: Suara Petani Bengkulu: Pupuk Subsidi Tak Suburkan Sawah, Malah Menyuburkan Mafia
Menurut Suharno, tidak semua petani tebu di Jawa Timur mengetahui kebijakan adanya penambahan kuota pupuk ZA bersubsidi. Kondisi itu terjadi karenanya kurang adanya sosialisasi yang masif dari Kementan RI di masing-masing kabupaten.
Suharno mengatakan, sosialisasi itu menjadi penting agar masing-masing gabungan kelompok tani tebu dapat mengajukan kebutuhan pupuk melalui sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (E-RDKK).
Khusus di Madiun, ia menilai asosiasi petani tebu rakyat (APTR) kurang aktif sehingga banyak petani tebu yang tidak tahu bila ada kebijakan penambahan kuota pupuk ZA bersubsidi.
Bagi Suharno, semestinya Pemkab Madiun bergerak cepat memfasilitasi petani tebu agar mendapatkan jatah pupuk bersusbsidi jenis ZA. Pasalnya, bila mengandalkan pupuk nonsubsidi, maka petani tebu harus mengeluarkan biaya ekstra dan hasil panen tidak maksimal.
“Intinya bagaimana pemerintah yang memfasilitas pupuk bersubsidi bisa terserap petani tebu agar meningkatkan produksinya. Karena kalau menggunakan pupuk nonsubsidi maka biaya produksi akan empat kali lebih mahal. Selain itu petani juga tidak akan memberikan pupuk subsidi yang cukup sehingga hasil panennya tidak maksimal,” kata Suharno.
Suharno mengkhawatirkan pupuk bersubsidi jenis ZA akan hilang di tingkat distributor atau kios bila tidak diserap oleh petani.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun, Zainul Aripin yang dikonfirmasi terpisah menyatakan, berdasarkan surat Dinas Pertanian Provinsi Jatim, Kabupaten Madiun tidak mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi jenis ZA.
“Pada surat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim tertanggal 10 September terkait relokasi pupuk bersubsidi, Kabupaten Madiun tidak mendapatkan jatah pupuk bersubsidi ZA. Karena kami tidak mendapatkan alokasi, maka kami tidak menginput (permintaan),” kata Aripin.
Aripin menduga, Kabupaten Madiun tidak mendapatkan jatah pupuk bersubsidi jenis ZA lantaran serapan pupuk bersubsidi NPK tinggi. Pasalnya, pengadaan pupuk bersubsidi ZA merupakan konversi dari pupuk NPK.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang