SURABAYA, KOMPAS.com - Penjual bendera di Jalan Darmokali, Kecamatan Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur tak menjual bendera One Piece karena takut risiko.
Jalan Darmokali yang lokasinya tak jauh dari Kebun Binatang Surabaya dipenuhi lapak bendera Merah Putih dan pernak-perniknya menyambut HUT ke-80 RI.
Meski begitu, tidak sedikit warga yang mencari bendera One Piece.
Belakangan, bendera Jolly Roger ini marak dicari dan dipasang warga meski mengundang pro dan kontra.
“Banyak yang cari, sehari kadang ada 5 orang. Kebanyakan yang cari anak muda usia 20 tahunan,” kata salah satu pedagang bendera di Jalan Darmokali Surabaya, Wawan Hariyono (35) saat ditemui Kompas.com, Selasa (5/8/2025).
Baca juga: Bukan One Piece, Ini yang Mendampingi Bendera Merah Putih di Gunungkidul
Nasib malang, Wawan mengaku tahun ini penjualan bendera menurun sekitar 40 persen dibanding tahun lalu.
Tetapi permintaan tinggi bukan produk yang dia jual.
Wawan mengaku tak menjual bendera One Piece karena takut dan memilih menghindari risiko meskipun tidak ada Undang-Undang resmi yang melarang penjualan bendera One Piece.
Wawan bilang, meski sedang ramai pemantauan karena dilarang oleh pemerintah, belum ada petugas yang menyidak lapaknya untuk memastikan penjualan bendera One Piece.
“Nggak jual karena bendera itu pro dan kontra. Saya juga nggak mau risiko ya meskipun tidak ada petugas yang patroli,” jelasnya.
Baca juga: Ramai Soal Bendera One Piece Jelang HUT RI, Begini Reaksi Pramono
Berbeda dengan Wawan, penjual bendera lainnya di Surabaya, Sajinah (54) mengaku kontra dengan maraknya pemasangan bendera One Piece di momen HUT ke-80 RI.
“Tidak jual karena tidak setuju, kita punya bendera sendiri. Kalau urusan ormas yang pasang bendera ya dia bisa pakai sendiri, kalau bendera lain apapun alasannya enggak,” kata Sajinah.
Sajinah juga khawatir banyaknya anak muda yang fomo mengibarkan bendera One Piece tanpa tahu konteksnya.
“Itu bendera berlawanan dengan bendera Indonesia. Nggak nyambung, masak One Piece artinya satu kedamaian tapi gambarnya tengkorak kan aneh,” ungkapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang