Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Komunikasi UB Sebut Bendera "One Piece" Jadi Simbol Perlawanan Rakyat

Kompas.com, 3 Agustus 2025, 15:02 WIB
Nugraha Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Fenomena pengibaran bendera kelompok bajak laut topi jerami dari serial anime populer One Piece di berbagai platform media sosial dan ruang publik tengah menjadi sorotan.

Pakar Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya (UB), Anang Sujoko, menilai bahwa gerakan ini bukan sekadar tren, melainkan telah bertransformasi menjadi simbol perlawanan yang kuat dari masyarakat terhadap kekuasaan.

Menurut Anang, ketika sebuah simbol diadopsi secara massal dengan pemaknaan yang seragam, maka simbol tersebut dapat menjadi alat protes yang efektif.

Baca juga: Bendera One Piece Mungkin Bentuk Protes, Jiwa Raga Kami Tetap Merah Putih

Fenomena ini mencerminkan kebuntuan komunikasi, di mana masyarakat merasa kata-kata tidak lagi memadai untuk menyampaikan kritik atau aspirasi guna mengubah kebijakan yang ada.

"Ketika simbol ini digunakan, sebetulnya gerakan ini sangat kuat sekali. Ini harus menjadi perhatian prioritas oleh masyarakat, pemerintah, atau pihak-pihak yang dituju atas gerakan itu," ujar Anang pada Minggu (3/8/2025).

Ia menjelaskan bahwa gerakan pengibaran bendera One Piece merupakan wujud perlawanan di saat masyarakat merasa tidak memiliki daya (powerless) dalam menghadapi kebijakan penguasa.

Namun, Anang menekankan pentingnya untuk tetap berkomitmen pada cara-cara damai dalam menyampaikan protes.

"Ini adalah bentuk komunikasi high context culture, di mana seharusnya dipahami secara bijaksana. Pemerintah atau legislatif seharusnya melihat fenomena ini sebagai bentuk ketiadaan daya masyarakat dalam menghadapi kebijakan oleh penguasa, namun mereka tetap berkomitmen ingin berperilaku damai," ungkapnya.

Menanggapi beberapa respons dari pejabat publik dan anggota legislatif yang cenderung reaktif, Anang menyayangkan sikap tersebut.

Ia berpendapat bahwa respons yang menyalahkan para pengibar bendera justru menunjukkan hilangnya komunikasi yang bersifat empati dari pihak penguasa.

Seharusnya, lanjut Anang, pemerintah dan legislatif menjadikan fenomena ini sebagai momentum untuk introspeksi dan evaluasi diri secara serius.

"Respons dari pemerintah atau legislatif harusnya adalah betul-betul membaca dan mengevaluasi diri, bukan kemudian menyalahkan mereka. Kalau sampai menyalahkan, artinya komunikasi yang sifatnya empati itu sudah tidak ada," jelasnya.

Anang juga mencontohkan salah satu pemicu kekecewaan publik yang relevan dengan gerakan ini, yaitu kebijakan pemblokiran rekening yang digeneralisasi.

Baca juga: Soal Bendera One Piece, Wamen Bima Arya: Kami Melihat Itu Ekspresi dan Kreativitas

Kebijakan tersebut dinilai merugikan masyarakat yang tidak bersalah dan menghalangi hak mereka atas aset pribadinya.

"Masyarakat yang dirugikan ini sebetulnya sudah dalam batas tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Gerakan simbolis ini adalah cara mereka untuk berbicara secara damai kepada pemerintah dan legislatif," tutupnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Surabaya
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau