SURABAYA, KOMPAS.com - Polisi menangkap dua orang pria terkait kasus grup Facebook bernama "Gay Khusus Surabaya".
Mereka beralasan ingin mengumpulkan orang dengan ketertarikan serupa.
Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, AKBP Wahyu Hidayat mengatakan, perkara tersebut terungkap setelah ada laporan masyarakat, perihal grup Facebook bernama "Gay Khusus Surabaya".
"Anggota melakukan pemantauan ternyata isinya bermuatan kesusilaan serta meresahkan masyarakat. Selanjutnya melaksanakan profiling," kata Wahyu, di markasnya, Senin (16/6/2025).
Baca juga: Pria di Jaksel Undang 8 Teman untuk Pesta Seks Gay, Modusnya Rayakan Ulang Tahun
Kemudian, aparat kepolisian menangkap tersangka pertama berinisial, MFK (24), warga Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, Surabaya, karena sudah bertindak sebagai admin grup.
"Tersangka telah mem-posting dan membiarkan semua anggota grup mem-posting kata-kata, foto maupun video penyuka sesama jenis, agar anggota merasakan kepuasan," ujarnya.
Lalu, polisi terus mengembangkan kasus grup Facebook penyuka sesama jenis tersebut.
Mereka menangkap GR (36), warga Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan, Surabaya, sebagai anggota aktif.
"Kedua yang kita amankan, Saudara GR, ini berperan aktif untuk mengirimkan konten pornografi, guna mencari pasangan sesuai dengan jenis dengan sertakan nomor telepon," ujarnya.
Baca juga: Muncikari di Purwokerto Ditangkap, Jual Ibu Hamil dan Gay Layani Hidung Belang
Tersangka MFK mengaku sudah membuat grup Facebook "Gay Khusus Surabaya" tersebut sejak 14 Maret 2021. Saat ini, grup Facebook tersebut sudah diikuti 4.516 anggota.
"Motifnya (tersangka admin grup) yaitu ingin mengumpulkan orang-orang yang menyukai sesama jenis," ucapnya.
Atas tindakannya tersebut, pelaku dijerat Pasal 54 Ayat 1 junto Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024, tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan atau pornografi.
"Hukuman penjara paling lama 6 tahun, denda paling banyak Rp 1 miliar dan atau penjara paling singkat 6 bulan, paling lama 12 tahun atau denda paling sedikit Rp 250 juta, paling banyak Rp 6 miliar," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang