BANGKALAN, KOMPAS.com - Bulan Syawal dan Dzulhijjah menjadi waktu yang sangat dinanti oleh masyarakat Dusun Bunalas, Kelurahan Tunjung, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.
Dua bulan tersebut menjadi ladang rezeki bagi para perajin ronce melati di wilayah tersebut, seiring dengan meningkatnya permintaan untuk keperluan pernikahan.
Banyak lahan pertanian di daerah ini digunakan untuk menanam melati, sehingga warga setempat menggantungkan hidup mereka sebagai perajin ronce melati.
Salah satu perajin, Masriya (32), mengungkapkan bahwa usaha pembuatan ronce melati telah digeluti keluarganya sejak tahun 1960-an.
Baca juga: Ngabuburit, Latih Sabar dan Telaten dengan Ronce Melati
Awalnya, nenek buyut Masriya memulai usaha ini setelah melihat banyaknya tanaman bunga melati tumbuh subur di daerahnya.
"Awalnya ya buat untuk kalung manten. Lalu setelah itu mulai ada yang pesan lagi," ucapnya, Jumat (13/6/2025).
Usaha yang dimulai nenek buyutnya itu semakin dikenal masyarakat dan kebutuhan akan ronce melati terus berkembang hingga kini telah mencapai generasi keempat.
Masriya mengaku kedekatannya dengan ronce melati dimulai saat ia duduk di bangku sekolah dasar, di mana ia sering melihat ibunya menggarap pesanan ronce melati.
"Waktu kecil selalu memperhatikan ibu membuat ronce. Saya juga sering main di dekat ibu, mencoba merangkai bunga melati yang tak terpakai," tuturnya.
Pengrajin ronce melati sedang membuat pesanan pelanggannya. Pengrajin membuat ronce melati untuk pengantin di Kelurahan Tunjung, Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan, Jumat (13/6/2025). Keseriusannya dalam menggeluti kerajinan ini dimulai saat ia bersekolah di tingkat menengah pertama (SMP). Ia mulai membantu ibunya sepulang sekolah dan mendapatkan upah untuk membeli jajan.
Kegemarannya terhadap kerajinan ini terus berlanjut hingga kini, dan ia melanjutkan usaha ronce yang diwariskan oleh nenek buyutnya.
"Sekarang sudah empat generasi," tuturnya.
Kerajinan ronce milik Masriya kini sudah dikenal luas, dengan puluhan pekerja yang membantunya menggarap pesanan.
Pada musim pernikahan seperti saat ini, pesanan mencapai 30 set per hari, sedangkan pada hari biasa hanya berkisar antara 5 hingga 10 pesanan.
Baca juga: Menyelisik Kampung Melati di Sumenep, Sentra Ronce yang Tetap Bertahan di Tengah Zaman
Setiap pekerja akan diberi upah sesuai tingkat kesulitan dan kecepatan pembuatan ronce, mulai dari Rp 30.000 hingga Rp 50.000 per ronce yang dapat diselesaikan.