SURABAYA, KOMPAS.com - Faiz Tosal (58), seorang pedagang bubur kacang hijau asal Jalan Kranggan, Kecamatan Bubutan, Surabaya, menunjukkan bahwa keterampilan bahasa asing dapat dipelajari di mana saja.
Faiz menguasai bahasa Inggris dan Jepang. Kemampuan ini diperolehnya selama berkarier sebagai pedagang minuman dan pemandu wisata di Bali antara tahun 1986 hingga 2006.
"Saya belajar 5 kata per hari. Selalu bawa bolpoin dan kertas, pokoknya begitu mendengar kata yang asing dicatat," ungkap Faiz saat ditemui di tempatnya berjualan, Senin (24/2/2025).
Pria yang hanya lulusan SD ini mengaku belajar bahasa asing dari berbagai sumber, termasuk anak-anak yang bermain di dekat tempatnya berjualan minuman di Bali.
Baca juga: Kisah Penjual Bubur asal Lombok Barat Naik Haji, Menabung selama Belasan Tahun
Ia berusaha mempercepat proses belajar bahasa internasional tersebut.
"Saya belajar dari mana saja, dari bule Australia, Kanada, banyak, terus dari orang-orang sekitar yang bisa berbahasa asing, dari film, musik juga. Bisanya bahasa Inggris dulu baru Jepang," ungkapnya.
Setelah pulang ke Surabaya pada tahun 2006, Faiz memilih pekerjaan serabutan yang dekat dengan rumah.
Ia mulai berjualan bubur menggunakan gerobak sekitar tahun 2010 dan menjajakan dagangannya di dekat BG Junction Mall, Jalan Bubutan, Surabaya.
"Saya bukanya (jualan bubur kacang hijau) mulai pukul 14.00 WIB, kalau tutupnya ya tergantung dagangan habisnya jam berapa, tapi seringnya saya tutup 22.00 WIB," kata Faiz.
Meskipun kini berjualan, keahlian Faiz dalam bahasa Inggris dan Jepang tetap terjaga.
Ia sering mengajak pelanggannya berbincang dalam bahasa asing.
Baca juga: Menabung Rp 10.000 Tiap Hari, Nenek Penjual Bubur Ini Naik Haji
"Kadang ada yang sengaja mengajak ngobrol bahasa Inggris. Pernah ada yang beli lulusan Sastra Inggris, tapi malah belum lancar bahasa Inggris, memang dari sekolah saja tidak cukup," tuturnya.
Faiz menyarankan kepada mahasiswa yang ingin belajar bahasa asing agar sering berkomunikasi.
Ia bahkan bersedia mengajari pembeli yang tertarik.
"Dulu pertama kali belajar kayak orang gila, sering ngomong sendiri, tanya jawab. Tapi jangan takut disalahkan, jangan malu, malu diketawain itu bukan makanan yang menyenangkan," tutupnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang