BANYUWANGI, KOMPAS.com - Warga Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur harus bernestapa terimbas alih fungsi komoditi yang dilakukan PT Perkebunan Kalibendo, yang belakangan diketahui ilegal.
Fakta tersebut diurai pada acara dengar pendapat yang digelar perwakilan desa, Pemkab Banyuwangi, dan pihak perkebunan, bersama DPRD Banyuwangi, Jumat, (10/1/2024) di Gedung DPRD Banyuwangi.
Hearing berlangsung alot, pihak perkebunan terus berbelit-belit dalam menjawab pertanyaan yang diajukan DPRD atas kelengkapan izin dari kegiatan yang dilakukan.
“Harus ada sanksi jelas. Sebelumnya, di tempat kami, orang awam potong dua bambu untuk perbaikan rumah terkena enam bulan penjara," kata perwakilan desa, Ismail.
Baca juga: Warganya Keluhkan Sumber Air Tercemar, Lurah Lubang Buaya: Jangan-jangan akibat Hujan Deras
"Ini alih fungsi tanpa izin seluas 200 hektar di atas dua sumber air, sementara salah satu sumber mengalir ke empat kecamatan, sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” sambung dia.
Akibat aktivitas ilegal tersebut, sektor pertanian sangat terdampak, yaitu banyak sawah yang kekeringan. Dari 28 petak sawah yang ada, hanya delapan yang bisa digarap, sementara lainnya kering.
“Yang 20 tidak bisa digarap karena kekeringan, saat musim penghujan mengalami banjir,” kata Ismail.
Ismail menyebut, alih fungsi lahan yang dilakukan PT Perkebunan Kalibendo telah dilakukan secara perlahan sejak akhir tahun 2023, dan makin gencar pada April 2024.
“Tidak ada komunikasi dengan warga. Kami bergerak (protes) sejak Mei 2024, dan per 3 Oktober 2024 alih fungsi lahan seluas 350 hektar yang hingga hari ini terus naik,” ungkap Ismail.
Perwakilan Desa Karanganyar, Ismail usai mengikuti hearing bersama pihak perkebunan, Pemkab Banyuwangi dan DPRD Banyuwangi di Gedung DPRD, JUMAT (10/1/2025). Sementara itu, pada hearing tersebut DPRD Banyuwangi menyimpulkan, PT Perkebunan Kalibendo melanggar aturan urusan alih fungsi komoditi dari tanaman keras ke tanaman pertanian.
Kesimpulan tersebut dibacakan Ketua Komisi IV DPRD Banyuwangi, Patemo.
Dia menguraikan, perkebunan Kalibendo melanggar aturan akta Hak Guna Usaha (HGU) bahwa perkebunan itu hanya bisa ditanami kopi, cengkeh, dan karet.
Sementara dalam belasan tahun terakhir, sesuai dengan sidak yang sebelumnya dilakukan DPRD Banyuwangi, perkebunan tersebut melakukan penggundulan besar-besaran dengan luasan sekitar 400 hektar.
Baca juga: Banjir Sukabumi Terparah Dalam 1 Dekade, Penyebabnya Alih Fungsi Lahan
Mereka juga menemukan fakta bahwa PT Perkebunan Kalibendo mengganti tanaman keras menjadi tanaman pertanian, dan menyewakan 120 hektar lahan kepada pihak lain.
"Dan itu tidak pernah dilaporkan ke Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Kami sudah menanyai dinas-dinas bahkan ATR BPN dan ternyata mereka juga tidak diberi tahu," tegas Patemo.
Akibat pelanggaran berat ini, pihak perkebunan diminta segera menghentikan seluruh aktivitas alih fungsi komoditi itu, dan mengembalikannya seperti semula.
"Kami minta secepatnya agar dikembalikan ke tanaman awal yaitu kopi, cengkeh dan karet."
"Karena dampaknya sudah terasa yaitu banjir lumpur. Kalau tidak dilakukan maka kami merekomendasikan kepada pemerintah pusat agar mencabut HGU-nya," sebut Patemo.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang