SURABAYA, KOMPAS.com - Khofifah Indar Parawansa diminta mundur atau cuti dari jabatan Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya jika maju dalam Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur (Pilkada Jatim) 2024.
Hal itu diungkapkan Rektor Unair Prof Mohammad Nasih karena Khofifah yang merupakan Gubernur Jatim periode 2019 sampai 2024 tengah ramai diperbincangkan maju kembali di Pilkada Jatim 2024.
"Misalnya yang ramai kan Bu Khofifah, beliau sebagai ketum IKA, begitu running beliau kita minta mundur, atau kalau enggak, cuti dari kepengurusan PP IKA," kata Nasih di Kampus C Unair, Sabtu (8/6/2024).
Baca juga: Khofifah Puji Golkar Beri Rekomendasi Tanpa Mahar di Pilkada Jatim 2024
Nasih mengungkapkan, permintaan mundur atau cuti tersebut tidak hanya untuk Khofifah saja. Namun, juga pengurus para IKA Unair lainnya, yang berniat untuk maju dalam pilkada.
"Mau nggak mau mereka harus mundur atau cuti dulu dari kepengurusan alumni. Kemudian mereka bisa ikut pilkada, sehingga IKA tetap independen, tidak pengaruh dengan ini itu," jelasnya.
Lebih lanjut, kata dia, Unair sendiri tidak melarang siapapun untuk berkontestasi dalam Pilkada 2024. Akan tetapi, pihaknya akan tetap menjaga netralitas di lingkungan akademik.
"Tentu Unair independen, netral, pilkada di mana pun. Seluruh warga Unair juga memiliki hak untuk mencalonkan sesuai kehendak dan pilihannya masing-masing," ujarnya.
Oleh karena itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair tersebut, meminta civitas academica tidak terlibat sebagai tim sukses, para pasangan calon yang akan maju dalam Pilkada 2024.
"Kalau jadi timses pasti dilarang, enggak boleh, kalau ada pegawai atu staf Unair yang jadi tim sukses, tolong sampaikan kepada kami untuk kami akan proses, siapapun itu," ucapnya.
Baca juga: Gibran: Dukungan untuk Khofifah-Emil Dardak Maju Pilgub Jatim dari Berbagai Pihak
Nantinya, Unair akan memanggil stafnya untuk dimintai keterangan akan keterlibatan selama pilkada. Selanjutnya, mereka akan diberikan sanksi susuai dengan aturan yang sudah ada.
"(Pelanggaran) berat nanti sanksinya seperti penundaan pangkat golongan, guru besar bisa dihentikan tunjangan kehormatannya, tergantung hasil dari tingkat pelanggaran yang dilakukan," tutupnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang