Editor
KOMPAS.com - MB (66), warga negara asing (WNA) Singapura tinggal secara ilegal selama puluhan tahun Indonesia.
Bahkan MB menjadi dosen Bahasa Inggris di salah satu universitas swasta di Tulungagung, Jawa Timur dan 12 tahun memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Indonesia,
Dalam KTP dan dokumen resmi lainnya, MB beridentitas Y. Dalam akta kelahirannya, Y lahir di Pacitan Jawa Timur.
Terungkapnya status kewarganegaraan MB berawal saat pria berusia 66 tahun itu hendak mengurus dokumen perjalanan ke luar negeri.
Baca juga: 12 Tahun Kantongi KTP Indonesia, Dosen di Tulungagung Ternyata WNA Singapura
Lalu petugas Kantor Imigrasi Kelas II Non TP curiga saat melakukan wawancara dengan MB. Setelah dimintai keterangan, MB pun mengaku statusnya yang masih berkewarganegaraan Singapura.
Petugas pun mengonfirmasi kewarganegaraan MB ke Kedutaan Besar Singapura.
Ternyata benar. Berdasarkan sertifikat akta lahir yang dikeluarkan otoritas terkait di Singapura, MB lahir di sebuah wilayah yang bernama Kampong Pachitan Changi, Singapura pada September 1956.
Sementara di dokumen kewarganegaraan Indonesia yakni KTP, KK dan akta kelahiran, MB lahir di Pacitan, Indonesia pada Februari 1973 atau 17 tahun lebih muda dibandingkan dokumen yang dikeluarkan Singapura.
“Jadi beliau ini lahir di Pachitan, tapi bukan Pacitan Indonesia, tapi Pachitan Singapura,” ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar Arief Yudistira pada Senin (19/6/2023).
Arief menyebut semua dokumen kependudukan itu dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tulungagung pada November 2011.
Baca juga: Pria Singapura Ini Tipu Indonesia Sejak 1984 gara-gara Nama Tempat Lahir Mirip Pacitan
“Pada dokumen Indonesia, MB mengaku lahir pada 9 Februari 1973 di Pacitan, Jawa Timur. Setelah kita telusuri, MB ini sebenarnya lahir pada 25 September 1956. Menjadi 17 tahun lebih muda,” tuturnya.
Sejak tahun 1984, MB sudah 10 kali keluar masuk Indonesia. Bahkan tahun 1998, ia datang ke Indonesia dan kuliah S1 di Universitas Gajayana, Malang, Jawa Timur hingga tahun 2006.
Di Kabupaten Tulungagung, MB menikah dengan warga setempat dan memiliki anak.
Namun Arief menegaskan bahwa MB tidak pernah memiliki status kewarganegaraan Indonesia yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia.
Sejak memiliki dokumen kewarganegaraan Indonesia, MB sudah tiga kali mengurus paspor guna melakukan perjalanan keluar negeri.
Baca juga: Polres Bima Tetapkan 5 Tersangka TPPO Modus Berangkatkan Korban ke Singapura dengan Gaji Rp 7 Juta
Dua kali ia mengurus di Kantor Imigrasi Malang dan sekali di Kantor Imigrasi Kediri.
Salah satunya adalah perjalanan ke Kepulauan Karibia dengan tujuan bekerja selema beberapa tahun.
Ia kembali ke Indonesia karena memiliki istri dan anak di Tulungagung.
Arief menduga kali ini MB hendak pergi ke Singapura guna mengurus aset-aset yang dimilikinya setelah puluhan tahun tinggal di Indonesia dengan identitas palsu sebagai WNI.
Aref mengatakan, pihaknya tengah mendalami kasus tersebut untuk menimbang cukup tidaknya alat bukti untuk menyeret MB ke pengadilan.
“Sedang kami pertimbangkan berdasarkan bukti yang ada untuk melanjutkan kasus ini ke tahapan lebih lanjut. Namun, jika alat bukti tidak memadai, kita akan ajukan tindakan deportasi,” tuturnya.
Baca juga: WN Singapura Jadi Disjoki dan Gelar Pesta Tari di Bali, Berakhir Dideportasi
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Asip Agus Hasani | Editor : Pythag Kurniati, Farid Assifa)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang