MALANG, KOMPAS.com - Devi Atok Yulfitri, warga Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, mengaku sangat menyesal dengan tewasnya kedua anak kandungnya, Natasya (16) dan Nayla (13) saat tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).
"Kenapa saya tidak ikut nonton saat pertandingan itu. Sehingga paling tidak mungkin saya bisa berusaha menyelamatkan kedua anak saya," ungkap Devi dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di Stadion Kanjuruhan, Senin (10/10/2022).
Baca juga: [JEO] Berharap Kepolisian Memutus Rantai Kekerasan Usai Tragedi Kanjuruhan
Devi menceritakan, Natasya dan Nayla menonton pertandingan Arema FC vs Persebaya bersama mantan istrinya. Natasya dan Nayla didampingi ayah tiri dan adik tirinya di Tribun 10 Stadion Kanjuruhan.
"Pada Jumat, Natasya pamit kepada saya mau nonton Arema FC lawan Persebaya di tribun 10. Saya sempat melarang untuk diam di tribun 10, dan menyuruh diam di tribun 4. Sebab di sana banyak teman-teman saya," jelasnya.
"Tapi ia tetap mau diam di tribun 10 karena ibunya diam di sana. Akhirnya saya pun mengiyakan," imbuhnya.
Devi saat itu tidak bisa ikut nonton karena sedang bekerja di Kabupaten Situbondo. Ia baru tiba di Malang sekitar pukul 20.00 WIB.
"Sesampainya di Malang saya sudah hendak berangkat mau menyusul di mereka ke Stadion Kanjuruhan. Tapi sampai di Kecamatan Kepanjen saya balik lagi, karena sangat macet," ujarnya.
Tak dinyana, baru saja sampai di rumahnya di Desa Krebet, Pria berusia 48 itu mendapat pesan singkat dari nomor tidak dikenal, memberi kabar bahwa kedua anaknya sekaligus mantan istrinya tewas dan dievakuasi ke Rumah Sakit Wava Husada.
"Saya begitu kaget saat itu, dan langsung berangkat ke rumah sakit," ujarnya.
Di rumah sakit, pria yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang tebu itu mengaku nyaris tidak mengenali wajah kedua anaknya. Sebab wajahnya terlihat membiru kehitam-hitaman.
"Pastinya hal itu akibat sesak gas air mata. Sebab kalau terinjak-injak, saat memandikan saya tidak menemukan satu pun bekas luka atau lebam," ujarnya.
Di rumah sakit, Devi sempat kaget dengan kondisi dua anknya. Ia sempat mengamuk di rumah sakit karena tak kuasa menahan emosi.
"Saya sadar terlalu larut dalam kesedihan saat itu. Saya mohon maaf saat itu," ujarnya.
Namun, lebih dari itu, Devi mempertanyakan kenapa tembakan gas air mata membuat kedua anak dan mantan istrinya tewas mengenaskan seperti itu.
"Padahal, selama saya ikut nonton Arema FC, baik di kandang maupun tandang beberapa kali kami mendapat tembakan gas air mata dari polisi, tapi tidak sampai menewaskan hingga seperti ini," terangnya.
Salah satu pengalaman kerusuhan sampai adanya tembakan gas air mata di antaranya laga tandang Arema FC di Magelang pada 2019.
Baca juga: TGIPF Sebut Keterangan Polisi hingga Steward Stadion Kanjuruhan Siap Diolah Jadi Laporan
"Tidak sampai membuat kita sesak hingga tewas seperti ini," tuturnya.
Akibat peristiwa itu, Devi mengaku membenci polisi karena menembakkan gas air mata pada tragedi Kanjuruhan dan menewaskan kedua anak dan mantan istrinya.
"Pascakejadian ini, saya sangat benci ketika melihat polisi. Peristiwa ini sangat membekas bagu saya," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.