Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah dan Asal-usul Magetan, Kabupaten di Kaki Gunung Lawu yang Berjuluk The Sunset of East Java

Kompas.com, 8 Februari 2022, 15:29 WIB
William Ciputra

Penulis

KOMPAS.com - Kabupaten Magetan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terkenal dengan Telaga Sarangan-nya.

Kabupaten Magetan ini berada di kaki Gunung Lawu sehingga mendapat julukan Kota Kaki Gunung.

Secara geografis, Magetan berbatasan dengan Ngawi di utara, Madiun di timur, Ponorogo dan Wonogiri di selatan, dan Karanganyar di barat.

Baca juga: Telaga Sarangan Magetan: Asal-usul, Rute Menuju Lokasi, dan Harga Tiket

Luas wilayah Kabupaten Magetan mencapai 688,85 kilometer persegi, dengan dihuni oleh 670.810 jiwa berdasarkan data tahun 2020.

Secara pemerintahan, Kabupaten Magetan memiliki 18 kecamatan dengan 235 desa atau kelurahan.

Sejarah dan Asal-usul Magetan

Sejarah Kabupaten Magetan dimulai sejak masa kejayaan Kerajaan Mataram Islam.

Sebelum berbentuk kabupaten, Magetan disebut sebagai daerah mancanegara Kerajaan Mataram Islam.

Namun daerah Magetan sendiri sebenarnya sudah dihuni sejak masa Kerajaan Kediri.

Hal itu dapat dibuktikan dengan penemuan artefak dan sisa-sisa peribadatan umat Hindu berupa candi dan petirtaan.

Tak hanya itu, Magetan sudah dihuni manusia sejak abad ke-12 juga dibuktikan dengan adanya prasasti menggunakan aksara Kawi dengan ciri penulisan kawi kwadrat yang identik dengan masa Kerajaan Kediri.

Baca juga: Sejarah dan Asal-usul Tulungagung, Kabupaten Penghasil Marmer yang Berjuluk Seribu Warung Kopi

Penyebutkan Magetan sebagai suatu daerah banyak ditemukan dalam naskah Babad Tanah Jawi yang merujuk pada Mataram Islam.

Kala itu, wilayah Magetan disebut sebagai daerah mancanegara Kerajaan Mataram Islam, dan baru berbentuk kabupaten pada masa setelah Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Munculnya Kabupaten Magetan tidak dapat dipisahkan dari peristiwa politik yang terjadi di internal Mataram Islam.

Pada tahun 1647, Trunajaya dari Madura melancarkan pemberontakan kepada Sultan Amangkurat I yang sudah semakin dekat dengan VOC.

Dalam suasana genting itu, dua orang kerabat keraton bernama Basah Bibit atau Basah Gondo Kusuma dan Patih Nerangkusuma dituding bersekongkol dengan Trunajaya.

Pemandangan di Telaga Sarangan, Magetan, yang berada di lereng Gunung Lawu.Shutterstock/Singgih Tamadi Pemandangan di Telaga Sarangan, Magetan, yang berada di lereng Gunung Lawu.
Akibatnya, Sultan Amangkurat I mengasingkan Basah Gondo Kusuma ke Semarang selama 40 hari, sementara Nerangkusuma meletakkan jabatan dan memilih bertapa di timur Gunung Lawu.

Setelah masa pengasingan, Basah Gondo Kusuma menemui kakeknya yang bernama Basah Suryaningrat.

Keduanya lantas menuju ke timur Gunung Lawu. Di daerah ini sedang dilakukan pembabatan hutan oleh Ki Ageng Mageti.

Basah Gondo Kusuma dan Basah Suryaningrat lantas menghadap kepada Ki Ageng Mageti dengan maksud untuk meminta sebidang tanah untuk keduanya.

Saat pertemuan, kedua cucu dan kakek itu menjelaskan bahwa mereka adalah kerabat keraton Mataram Islam.

Ki Ageng Mageti yang setia terhadap Mataram Islam lantas menyerahkan semua tanah miliknya sebagai bukti kesetiaan.

Basah Gondo Kusuma dan Basah Suryaningrat lantas mendirikan kediaman di utara Sungai Gandong, tepatnya di Kelurahan Tambran, Kota Magetan saat ini.

Basah Suryaningrat lantas menobatkan Basah Gondo Kusuma menjadi penguasa daerah itu dengan gelar Adipati Yosonegoro.

Penobatan itu terjadi pada 12 Oktober 1675. Daerah itu kemudian diberi nama Magetan, untuk mengenang kebaikan Ki Ageng Mageti.

Baca juga: Sejarah dan Asal-usul Nama Sragen

The Sunset of East Java

Magetan memiliki beberapa julukan, salah satunya adalah Kota Kaki Gunung.

Julukan itu berdasarkan pada letak Kabupaten Magetan yang berada di kaki Gunung Lawu.

Diketahui, di lereng Gunung Lawu yang masih termasuk wilayah Magetan terdapat telaga yang menjadi obyek wisata unggulan yaitu Telaga Sarangan.

Telaga Sarangan lokasinya berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (Mdpl).

Lokasinya berada sekitar 16 kilometer sebelah barat kota Magetan, 206 kilometer dari Kota Surabaya, dan 60,5 kilometer dari Kota Solo.

Selain Kota Kaki Gunung, Kabupaten Magetan juga dijuluki The Sunset of East Java dan The Nice of Java.

Julukan The Sunset of East Java disematkan lantaran Magetan merupakan kota atau kabupaten paling barat di Jawa Timur.

Sedangkan julukan The Nice of Java merujuk pada keindahan pemandangan alam di Magetan, terutama di Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu di lerang Gunung Lawu.

Sumber:
Kompas.com
Magetan.go.id
Kemdikbud.go.id

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau